Indonesia, sebagai negara dengan populasi yang besar dan keragaman budaya yang kaya, memiliki sistem hukum yang kompleks dan beragam. Dalam beberapa dekade terakhir, negara ini telah menghadapi tantangan besar dalam memperkuat sistem peradilannya untuk memastikan keadilan bagi semua warganya.
Salah satu ciri khas sistem hukum Indonesia adalah keberagamannya. Negara ini mengakui dan menerapkan berbagai sumber hukum, termasuk hukum adat, hukum Islam, dan hukum positif. Namun, tantangan muncul ketika berbagai sumber hukum ini bertentangan satu sama lain, menyebabkan ketidakpastian hukum dan sering kali konflik di pengadilan.
Sejak era reformasi pada tahun 1998, Indonesia telah melakukan upaya besar untuk mereformasi sistem peradilannya. Salah satu langkah penting adalah pembentukan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2003, yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan perselisihan konstitusi dan memastikan kepatuhan terhadap konstitusi.
Baca Juga:Cetak Hattrick, PLN Kembali Raih Kinerja Keuangan Terbaik Sepanjang Sejarah pada Tahun 2023Motor Suzuki V-Strom 250SX Raih Best Medium Dual Purpose Unggul di Sektor Desain, Performa dan Value for Money
Meskipun adanya reformasi, masih banyak tantangan yang dihadapi sistem peradilan Indonesia saat ini. Di antaranya adalah korupsi di dalam sistem peradilan, lambannya proses hukum, serta kurangnya akses terhadap keadilan bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Indonesia perlu terus melakukan reformasi sistem peradilan dengan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan independensi lembaga peradilan. Selain itu, perlunya peningkatan kapasitas bagi aparat penegak hukum dan penguatan mekanisme penegakan hukum untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang sama terhadap keadilan.
Menjaga Netralitas Hukum di Indonesia
Belum ini, hukum di Indonesia rada tercoreng terkait Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang menggelar sidang pembacaan putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024.
Sidang ini merupakan kelanjutan dari Permohonan Sengketa Pilpres 2024 yang diajukan oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (nomor urut 01) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (nomor urut 03).
Dalam sidang yang berlangsung di gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, MK memutuskan untuk menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh kedua pasangan calon tersebut. Berbagai argumen dan dalil yang diajukan oleh pemohon pun ditolak dengan alasan yang jelas dan tegas.
Salah satu alasan penolakan adalah terkait dengan dugaan ketidaknetralan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan dugaan intervensi dari Presiden Joko Widodo terhadap syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. MK menegaskan bahwa tidak ada bukti yang cukup meyakinkan bahwa Bawaslu tidak menindaklanjuti dugaan kecurangan yang dilaporkan oleh pasangan calon nomor urut 02. Demikian pula, tuduhan adanya intervensi Presiden dalam syarat pencalonan juga tidak terbukti karena tidak didukung oleh bukti yang kuat.