Jakarta – Dalam rangka percepatan Reforma Agraria (RA) yang berdampak langsung bagi pemerataan dan penguatan ekonomi rakyat melalui Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan RA, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan menyelenggarakan RA Summit Bali 2024 pada 14-15 Juni 2024.
Tema yang akan diangkat tahun ini adalah “Sinergi untuk RA yang Berdampak dan Berkelanjutan”.
Sejalan dengan itu, bertempat di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta pada Selasa (04/06/2024) dilaksanakan Workshop II yang fokus membahas mengenai dua aspek, yaitu resolusi penyelesaian Redistribusi Tanah dari pelepasan kawasan hutan serta resolusi penyelesaian aset permukiman di atas air, pulau-pulau kecil, dan pulau kecil terluar.
Baca Juga:Tindaklanjuti SPI KPK, Menteri AHY: Mari Terus Lakukan Evaluasi dan Refleksi dalam Berikan LayananLolos ke Liga 2, Persikas Disambut Meriah di Subang
Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Dalu Agung Darmawan saat membuka Workshop menyampaikan, dua aspek tersebut sejatinya tidak hanya didiskusikan semata, namun harus sampai pada tindak lanjut. “Hari ini kita akan bicara masalah pelepasan kawasan hutan, yang harus ditindaklanjuti dengan Redistribusi Tanah.
Harus kita tindaklanjuti dengan penataan aset dan akses,” ucapnya.
Ia mengatakan bahwa yang menjadi objek Redistribusi Tanah adalah pelepasan kawasan hutan dan eks Hak Guna Usaha (HGU). Keduanya memiliki capaian yang berbeda.
“Saya sudah sampaikan, prestasi untuk kedua objek Redistribusi Tanah, yang eks HGU sudah cukup besar, ada 300an%. Sedangkan, di pelepasan kawasan hutan, memang kita perlu terobosan,” jelas Dirjen Penataan Agraria.
Capaian RA ini sudah sangat maksimal, terutama terkait penataan aset dan penataan akses.
“Kementerian ATR/BPN ini sudah memberikan kepada masyarakat, berupa penataan aset dan penataan akses sudah hampir 113 juta bidang tanah sudah terdaftar. Ini bagian penting dalam konteks RA. Begitu juga penataan akses.” tambah Dalu Agung Darmawan.
Menurut Dirjen Penataan Agraria, penataan aset yang tidak diikuti dengan penataan akses akan memberikan makna yang berbeda dalam konteks RA.
“Penataan aset itu dalam rangka keadilan, penguasaan, dan kepemilikan tanah. Sedangkan, penataan akses dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, ketika masyarakat tidak mampu meningkatkan nilai tambah produktivitas dari tanah yang dikuasai. Nah ini sudah sangat besar. Namun demikian, kita masih menyisakan PR (pekerjaan rumah) yang cukup penting dan hari ini kita akan diskusikan,” pungkasnya.