PASUNDAN EKSPRES – Pada tahun 2002, konflik SARA yang memanas di Sampit, Kalimantan Tengah, menyaksikan serangkaian peristiwa mengerikan yang melibatkan suku Dayak dan masyarakat Madura. Komandan Brimob bernama Chris diutus ke Sampit untuk menengahi situasi dan menjaga keamanan di wilayah tersebut. Kisah ini mengungkap betapa mencekamnya situasi yang dihadapi oleh pasukan keamanan dan para pengungsi.
Dalam sebuah transkrip video yang mendetailkan peristiwa tersebut, dikisahkan bagaimana Chris, yang ditugaskan menjaga sekelompok pengungsi Madura yang menginap di sebuah gedung sekolah, menghadapi kejadian-kejadian yang luar biasa aneh. Pada awalnya, situasi tampak terkendali hingga sekelompok orang Dayak datang dengan membawa mandau, tombak, dan sumpit. “Situasi aman terkendali sebelum sekelompok orang Dayak datang membawa mandau, tombak, dan sumpit,” jelas narator dalam video tersebut.
Pemimpin suku Dayak mendesak Chris untuk minggir dan membiarkan mereka membantai orang Madura. Chris dengan tegas menolak permintaan tersebut. “Jika kalian memaksa, kalian akan menghadapi pasukan Brimob,” tegas Chris kepada pemimpin Dayak. Namun, kepala suku Dayak kemudian meminta izin untuk melakukan upacara adat di depan pasukan Chris. Tanpa rasa curiga, Chris mengizinkan mereka untuk melakukan upacara tersebut.
Baca Juga:Solar Parker Probe NASA Menembus Matahari, Membuka Wawasan Baru tentang Tata SuryaPraktik Bisnis Licik Masih Menjerat Masyarakat Indonesia, Waspadai Skema "Monkey Business
Upacara adat tersebut melibatkan mangkok kemenyan merah dan tarian perang yang diselingi teriakan khas Dayak yang mistis. Kurang dari satu jam kemudian, massa membubarkan diri, tampaknya tanpa insiden lebih lanjut. Namun, tak berselang lama, salah satu pasukan Brimob melaporkan bahwa semua pengungsi Madura telah meninggal dunia. “Kris berlari ke gedung, dia melihat dengan mata kepala sendiri orang-orang mati dengan kepala terbenggal atau seperti disayat senjata tajam,” demikian penjelasan lebih lanjut dalam video tersebut.
Peristiwa ini benar-benar di luar pemahaman manusia dan menambah daftar panjang tragedi yang terjadi selama konflik Sampit. Insiden tersebut bukan hanya menandai kekejaman yang terjadi, tetapi juga menunjukkan betapa ritual dan budaya lokal dapat memengaruhi dan memperburuk situasi konflik.
Tragedi Sampit pada awal 2000-an merupakan salah satu konflik SARA paling mematikan di Indonesia, yang melibatkan pertikaian antara suku Dayak dan komunitas Madura. Konflik ini menewaskan ratusan orang dan memaksa ribuan lainnya mengungsi. Upaya mediasi dan perdamaian yang dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah dan tokoh masyarakat, menjadi sangat penting untuk menghentikan pertumpahan darah dan membangun kembali kedamaian di wilayah tersebut.