PASUNDAN EKSPRES – Irman Gusman, mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, kembali menjadi sorotan publik setelah pemungutan suara ulang di Sumatera Barat yang melibatkan dirinya menghabiskan anggaran mencapai Rp 400 miliar. Dalam wawancara dengan Hersubeno Arief, Gusman menceritakan perjalanan penuh tantangan yang harus ia lalui untuk bisa kembali ke kursi DPD RI.
“Perjuangan ini membutuhkan ketangguhan dan stamina yang luar biasa. Saya terus berjuang meskipun dicoret oleh KPU,” ujar Gusman. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang memenangkan gugatannya terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi titik balik penting dalam perjalanan ini. Pemungutan suara ulang di seluruh Sumatera Barat terjadi setelah Gusman berhasil membuktikan bahwa pencoretannya dari daftar calon sementara oleh KPU tidak sah.
Kontroversi anggaran besar yang digunakan dalam pemungutan suara ulang ini memunculkan pertanyaan mengenai profesionalisme KPU. “KPU sangat tidak profesional dalam menangani kasus ini,” ungkap Gusman. Anggaran sebesar Rp 400 miliar yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. “Biaya sebesar ini seharusnya tidak perlu terjadi jika KPU lebih profesional dalam bekerja,” tambahnya.
Baca Juga:Cara Kerja Fitur Instagram Note, Dari Aplikasi Berbagi Foto ke Media Sosial DinamisYuk Kenalan Sama Fitur Instagram Note Baru! Fitur Baru untuk Interaksi Lebih Interaktif
Meski demikian, Gusman menekankan bahwa perjuangannya bukan semata-mata untuk dirinya sendiri, melainkan untuk menegakkan keadilan. “Yang terpenting adalah menegakkan kebenaran dan keadilan. Ini adalah pembelajaran bagi kita semua,” tuturnya. Gusman berharap, perjuangannya bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat Sumatera Barat dan Indonesia secara umum untuk selalu memperjuangkan hak dan keadilan.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini menunjukkan betapa pentingnya integritas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Kesalahan prosedural dan administratif yang dilakukan oleh KPU tidak hanya mengakibatkan kerugian finansial yang besar, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut. Hal ini juga menggarisbawahi perlunya reformasi dalam sistem pemilu agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Dengan anggaran yang begitu besar, masyarakat berhak mengetahui penggunaan dana tersebut secara transparan. Publik perlu memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar digunakan untuk kepentingan pemilu yang bersih dan adil. Dalam hal ini, peran media dan lembaga pengawas sangat krusial untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi proses pemilu.