PASUNDAN EKSPRES – Irman Gusman, mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, mengisahkan perjuangan hukumnya dalam wawancara dengan Hersubeno Arief di channel YouTube @HersubenoPoint pada Selasa, 16 Juli 2024. Dalam perbincangan tersebut, Irman menguraikan perjuangannya yang panjang dan penuh tantangan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencoret namanya dari daftar calon anggota DPD. Dengan biaya kampanye mencapai Rp 400 miliar, Irman Gusman kini dikenang sebagai anggota DPD dengan biaya kampanye tertinggi dalam sejarah.
Irman memulai ceritanya dengan keyakinan bahwa ia berada di jalur yang benar meski namanya sempat dicoret oleh KPU. Ia mengajukan gugatan dan akhirnya berhasil memenangkan kasus tersebut, yang memaksa diadakannya pemilihan suara ulang (PSU) di Sumatera Barat. “Ini memerlukan stamina, ketangguhan, dan kerja keras yang luar biasa,” ujar Irman. Keputusan ini tidak hanya bersejarah tetapi juga menunjukkan kelemahan KPU dalam menjalankan proses pemilu.
Proses hukum yang dijalani Irman tidaklah mudah. Ia sempat ditahan karena tuduhan suap, meskipun kemudian kasus tersebut dikategorikan ulang sebagai gratifikasi. Irman merasa bahwa dirinya menjadi korban dari sistem hukum yang tidak adil. “Saya dituduh menerima suap, namun kemudian kasus tersebut berubah menjadi gratifikasi,” ungkapnya. Irman juga bercerita bagaimana ia melalui peninjauan kembali (PK) dan eksaminasi untuk membuktikan ketidakadilan yang dialaminya.
Baca Juga:Cara Kerja Fitur Instagram Note, Dari Aplikasi Berbagi Foto ke Media Sosial DinamisYuk Kenalan Sama Fitur Instagram Note Baru! Fitur Baru untuk Interaksi Lebih Interaktif
Kemenangan Irman di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi puncak dari perjuangannya. “Saya merasa optimis karena banyak teman yang mengatakan bahwa MK akan memenangkan saya,” ujarnya. Irman berhasil membuktikan bahwa haknya sebagai calon DPD dilanggar, dan akhirnya MK memutuskan untuk mengadakan PSU di seluruh Sumatera Barat.
Dalam konteks politik Indonesia, kasus Irman Gusman menyoroti berbagai masalah dalam sistem pemilu dan peradilan. Keberhasilannya memenangkan gugatan di MK tidak hanya membuktikan ketidakadilan yang dialaminya tetapi juga membuka mata publik terhadap pentingnya reformasi dalam sistem hukum dan pemilu di Indonesia. Di sisi lain, biaya kampanye yang fantastis ini juga menjadi cerminan betapa mahalnya biaya politik di Indonesia, yang seringkali menjadi hambatan bagi calon-calon potensial lainnya.