PASUNDAN EKSPRES – Ribuan warga dari berbagai elemen masyarakat sipil siap menggelar demonstrasi besar-besaran di depan Gedung DPR RI, Jakarta, pada Kamis, 22 Agustus 2024. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan Revisi UU Pilkada yang dinilai kontroversial. Demonstrasi ini menjadi bagian dari gerakan “peringatan darurat Indonesia” yang viral di media sosial setelah DPR dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sekretaris Jenderal Partai Buruh, Ferri Nuzarli, menyatakan bahwa ribuan buruh dan nelayan akan turut serta dalam aksi ini. Mereka ingin mendesak DPR untuk tidak melawan keputusan MK yang terkait dengan syarat pencalonan kepala daerah, yang justru diabaikan dengan pengesahan RUU Pilkada oleh DPR.
“Kami akan hadir bersama kawan-kawan buruh, tani, dan nelayan dari seluruh Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten dengan kekuatan massa sekitar lima ribuan,” ujar Ferri dalam konferensi pers yang digelar di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Baca Juga:Putusan MK Membawa Indonesia ke Arah Otoritarianisme! Tokoh Penting '98 dan Mahasiswa Kawal Putusan MK!Cara Efektif Menurunkan Lemak Perut dengan Air Rebusan Daun Ketumbar, Peppermint, dan Salam!
Selain buruh dan nelayan, Badan Eksekutif Mahasiswa se-Indonesia (BEM SI) juga menyatakan akan turut serta dalam aksi tersebut. Mereka berencana untuk bergerak ke depan Gedung DPR dan menyuarakan penolakan serupa terhadap revisi UU Pilkada.
RUU Pilkada yang disepakati dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR pada hari sebelumnya, Rabu, telah menuai kontroversi. RUU ini mendapat persetujuan dari delapan dari sembilan fraksi di DPR, sementara satu-satunya fraksi yang menolak adalah PDIP. Dalam proses pembahasannya, Baleg bahkan beberapa kali mengabaikan interupsi dari anggota fraksi PDIP yang mencoba menyuarakan keberatan.
Pembahasan revisi UU Pilkada ini berlangsung kilat, kurang dari tujuh jam. Banyak pihak menilai bahwa revisi ini dilakukan terburu-buru dan tanpa mempertimbangkan aspirasi yang lebih luas, terutama mengingat putusan MK yang baru saja dirilis sehari sebelumnya, melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah. Namun, DPR tidak mengakomodasi keseluruhan keputusan MK tersebut dalam revisi UU Pilkada.
Salah satu poin yang menjadi sorotan dalam revisi ini adalah perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada. Dalam RUU Pilkada yang baru, syarat ambang batas pencalonan dari jalur partai hanya berlaku bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD. Sementara itu, partai yang memiliki kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya.