PASUNDAN EKSPRES – Fenomena awan tsunami atau yang dikenal dengan sebutan ilmiah awan Arcus, baru-baru ini menarik perhatian netizen di Indonesia. Unggahan foto ilustrasi tentang awan yang menyerupai gelombang tsunami memicu perbincangan di media sosial, terutama platform X (dulu dikenal sebagai Twitter). Netizen tersebut menjelaskan bahwa awan tsunami sering muncul pada masa peralihan musim atau pancaroba.
Apa Itu Sebenarnya Awan Tsunami?
Arcus cloud atau yang lebih populer disebut awan tsunami merupakan fenomena meteorologi yang cukup lazim di Indonesia, terutama saat memasuki musim pancaroba dan musim hujan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa awan ini terbentuk pada periode peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan, biasanya dari September hingga Februari. Awan ini sering terlihat pada bulan September hingga November di masa pancaroba, dan pada Desember hingga Februari ketika hujan mulai mengguyur banyak wilayah.
Meskipun kerap disebut awan tsunami oleh masyarakat karena bentuknya yang menyerupai gulungan ombak, awan ini sejatinya tidak berhubungan dengan peristiwa kebumian seperti gempa bumi atau tsunami. Stasiun Meteorologi Banjarmasin melalui akun Instagram BMKG Kalsel, @cuacakalsel, menegaskan bahwa fenomena ini murni atmosferik, tanpa ada kaitan dengan fenomena kebumian.
Baca Juga:Kang Jimat Serius Libatkan Milenial dan Gen-Z Berperan dalam Pembangunan SubangUpdate Terkini Ojol dan Opang Pasirimpun! Dua Pihak Berdamai, Pemerintah Harus Petakan Wilayah Rawan Konflik
Ciri dan Proses Terbentuknya Awan Arcus
Awan Arcus terbentuk akibat ketidakstabilan di lapisan atmosfer, yang terjadi ketika massa udara hangat dan lembap bertemu dengan massa udara dingin. Proses ini menciptakan formasi awan yang menggulung secara horizontal, seolah-olah menyerupai gelombang raksasa yang sedang mengancam pantai.
Menurut Ina Juaeni, anggota Tim Reaksi dan Analisis Kebencanaan (TREAK) dari Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), awan ini biasanya terbentuk pada ketinggian yang rendah, sekitar 1,9 kilometer dari permukaan. Awan ini sering berdekatan dengan awan badai jenis cumulonimbus, baik terpisah maupun saling melekat.
Ada dua bentuk utama dari awan Arcus: shelf cloud yang bersatu dengan dasar awan cumulonimbus, dan roll cloud yang tampak terpisah. Shear angin yang kuat menyebabkan bagian luar awan terlihat halus, sementara bagian dalamnya tampak kasar. Fenomena ini menjadi indikasi bahwa angin kencang dan hujan badai akan segera datang.