Analis CGS, Jason Chandra, dan Elizabeth Noviana mencatat, “Kenaikan hanya sebesar 2 sampai 3 persen pada tahun tanpa kenaikan cukai.”
Tantangan Industri: Rokok Ilegal dan Pelemahan Daya Beli
Meski kebijakan ini dianggap stabil untuk industri, tantangan utama tetap ada, yakni ancaman rokok ilegal dan melemahnya daya beli masyarakat. CGS International Sekuritas Indonesia mempertahankan rekomendasi “underweight” untuk sektor ini, mencerminkan prospek yang kurang optimis.
Kinerja Saham Emiten Rokok
Salah satu emiten utama, PT Gudang Garam Tbk (GGRM), direkomendasikan untuk dikurangi kepemilikannya dengan target harga Rp13.200. Hingga 24 Desember 2024, saham GGRM berada di Rp13.125, turun 0,76 persen.
Baca Juga:KADIN Subang Berikan Bantuan Logistik ke Pos Polisi untuk Pengamanan Natal dan Tahun BaruPPGA Semeru: Empat Erupsi, Ancaman Lahar dan Awan Panas!
Kinerja perusahaan ini sepanjang 2024 mencatat penurunan laba bersih hingga 78 persen secara tahunan akibat lemahnya daya beli dan kebijakan yang membatasi kenaikan harga. Selain itu, keputusan perusahaan untuk tidak membagikan dividen pada tahun fiskal 2024 menjadi sorotan karena mematahkan tradisi dividen selama empat tahun terakhir.
Analis menilai, “Sehingga mematahkan tradisi dividen GGRM selama empat tahun terakhir.” Dengan rasio price-to-earnings (PE) 7,70 kali pada 2024 dan 8,70 kali pada 2025, prospek jangka panjang GGRM masih diragukan, terutama mengingat tantangan daya beli dan regulasi.
Kebijakan tanpa kenaikan cukai rokok pada 2025 menjadi topik yang memecah opini. Di satu sisi, langkah ini menjaga stabilitas industri dan tenaga kerja, namun di sisi lain dianggap sebagai langkah mundur dalam upaya menekan prevalensi perokok. Dengan daya beli masyarakat yang melemah dan ancaman rokok ilegal, tantangan sektor tembakau pada tahun mendatang masih sangat nyata. Pemerintah diharapkan dapat lebih konsisten dalam kebijakan yang tidak hanya menjaga stabilitas ekonomi, tetapi juga melindungi kesehatan masyarakat.