Antara Transformasi Pangan Dan Energi! Walhi Soroti Rencana Deforestasi Besar-Besaran Pembukaan 20 Juta Hektar

Antara Transformasi Pangan Dan Energi! Walhi Soroti Rencana Deforestasi Besar-Besaran Pembukaan 20 Juta Hektar
Antara Transformasi Pangan Dan Energi! Walhi Soroti Rencana Deforestasi Besar-Besaran Pembukaan 20 Juta Hektar
0 Komentar

PASUNDAN EKSPRES – Rencana pemerintah membuka 20 juta hektare hutan untuk keperluan lahan pangan dan energi menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), yang menilai langkah tersebut bertentangan dengan komitmen Indonesia terhadap mitigasi perubahan iklim di dunia internasional.

“Ini kontradiktif dengan komitmen negara kita di dunia internasional terkait dengan iklim. Bahwa kita berkomitmen untuk melakukan aksi mitigasi perubahan iklim, bagaimana mungkin kemudian kita bisa menjalankan komitmen itu, sementara pembukaan lahan dalam skala yang besar itu tetap dilakukan oleh pemerintah,” ujar Uli Artha Siagian, Manajer Kampanye Pelaksana Hutan dan Pertanian Walhi, Kamis (2/1).

Pertanyaan Soal Kepentingan Lahan

Uli juga mempertanyakan tujuan utama dari pembukaan lahan yang sangat luas ini. Ia menantang pemerintah untuk transparan, menjawab apakah lahan tersebut benar-benar untuk memenuhi kebutuhan rakyat atau sekadar melayani kepentingan pasar dan bisnis besar. Berkaca pada proyek food estate yang telah berjalan, Uli menilai pengelolaan lahan dalam skala besar cenderung diserahkan kepada korporasi.

Baca Juga:Kisah Patrick Kluivert! Terlilit Utang Rp16,8 Miliar, Kini Menuju Timnas IndonesiaMudah dan Cepat! 7 Cara Mengubah Pulsa Jadi Saldo DANA 2025

“Kita tahu bahwa ketika pengelolaan energi dan pangan itu diserahkan kepada korporasi, maka dia tidak akan melihat atau dia pasti akan mengesampingkan pengelolaan yang baik, yang seimbang terhadap lingkungan, dan sesuai dengan konteks atau lokalitas wilayah tersebut,” jelasnya. Uli menekankan bahwa orientasi korporasi biasanya hanya fokus pada peningkatan produksi, tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan.

Ketimpangan Agraria dan Dampaknya

Kritik Walhi tidak hanya berhenti pada persoalan lingkungan, tetapi juga ketimpangan agraria yang semakin nyata. Menurut data yang diungkapkan Uli, 60% daratan Indonesia saat ini telah dikuasai korporasi melalui berbagai perizinan, seperti tambang, perkebunan sawit, dan kehutanan. Kondisi ini tidak hanya memicu konflik agraria, tetapi juga berdampak pada kriminalisasi, kekerasan, hingga kerusakan lingkungan.

“Karena tidak menutup kemungkinan 20 juta hektare ini akan menyasar wilayah penting dan genting seperti ekosistem hutan, gambut, mangrove, dan sebagainya,” imbuh Uli. Ia menekankan pentingnya pemerintah mengedepankan aspek lingkungan dan masyarakat dalam setiap kebijakan yang diambil.

0 Komentar