JABAR – Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, mengambil sikap tegas terhadap penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kepentingan yang dinilainya tidak mendesak. Ia menegaskan bahwa Pemprov Jabar tidak akan memberikan stimulus kepada daerah yang mengalokasikan APBD untuk pembelian mobil dinas baru bagi bupati, wakil bupati, wali kota, maupun wakil wali kota.
Pernyataan ini disampaikan Dedi Mulyadi, yang akrab disapa KDM, dalam pertemuan dengan para Sekretaris Daerah (Sekda) dan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kabupaten/kota se-Jawa Barat. Pertemuan ini diunggah di kanal YouTube @KANGDEDIMULYADICHANNEL pada Sabtu (15/2/2025).
“Kita juga tidak akan memberikan stimulus bagi para bupati dan wakil bupati yang tetap memakai mobil dinas baru,” ujar Dedi Mulyadi dalam diskusi yang membahas program-program prioritas bersama Sekda Jabar, Herman Suratman.
Baca Juga:Cara Aktivasi & Pakai DANA Cicil 2025, Belanja Jadi Makin Gampang!DANA PayLater Bisa Dicairkan? Ini Trik Terbaru 2025 yang Harus Kamu Tahu!
Menurut KDM, keputusan menggunakan APBD untuk mobil dinas baru mencerminkan ketidaksiapan pemimpin daerah dalam memprioritaskan kepentingan rakyat. Ia menilai bahwa kepala daerah yang tetap melakukan hal tersebut lebih mementingkan kepentingan pribadi dibanding kesejahteraan masyarakatnya.
“Artinya ia tidak punya keinginan untuk rakyatnya maju, ia lebih mementingkan dirinya sendiri. Biar rakyat yang menilai,” tegas KDM.
Dalam kesempatan yang sama, KDM juga meminta Sekda untuk mengidentifikasi daerah mana saja yang telah atau belum mengalokasikan APBD untuk pengadaan mobil dinas baru bagi kepala daerahnya. Namun, saat pertanyaan itu diajukan, tidak ada satu pun peserta yang memberikan jawaban secara jelas. Momen ini memperlihatkan adanya keengganan dari para pejabat daerah untuk mengungkapkan kebijakan pengeluaran mereka di forum terbuka.
Menyoroti pentingnya keteladanan pemimpin, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa dirinya berkomitmen untuk menerapkan efisiensi anggaran di tingkat gubernur. Sebagai langkah konkret, ia telah mencoret beberapa pos anggaran yang dianggapnya tidak esensial.
Tim transisi yang bekerja bersamanya bahkan sempat merasa canggung ketika ia menghapus anggaran perjalanan dinas luar negeri sebesar Rp 1,5 miliar, memangkas anggaran pakaian dinas dari Rp 152 juta menjadi nol, serta mengurangi anggaran perjalanan dinas B dari Rp 1,9 miliar menjadi Rp 700 juta saja.