Masuknya seorang pria bernama Leung Foon ke kota itu memicu konflik. Leung bergabung dengan pertunjukan opera keliling, namun karena kecelakaan dan interaksi kebetulan dia bertemu dengan 13th Aunt, lalu mulai tertarik padanya. Namun konflik tidak berhenti di hubungan percintaan muncul kelompok kriminal lokal bernama Shaho Gang yang melaksanakan penindasan dan pemerasan terhadap warga sekitar.
Konflik meningkat ketika Shaho Gang menebar kekerasan, menyerang rumah sakit Po-chi-lam, serta menggandeng tokoh asing (termasuk orang Eropa atau Amerika) untuk melindungi operasi kriminal mereka. Mereka bahkan menculik wanita-wanita Cina untuk dijual ke luar negeri sebagai bagian dari sindikat perdagangan manusia.
Pada titik klimaks, Wong dan murid-muridnya harus menyamar dan menyusup ke markas musuh untuk menyelamatkan 13th Aunt dan para korban penculikan. Dalam duel dengan “Iron Vest” Yim (seniman bela diri utara yang minta tantangan), Wong berhasil mengalahkannya, mengungkap kecurangan Yim yang menggunakan alat tersembunyi dalam pertarungan. Konflik pun berpuncak saat Wong menghadapi Jackson, seorang pedagang asing pembesar yang menjadi tangan kanan kelompok kriminal. Dalam pertempuran di kapal, Wong menggunakan kecerdasan dan keahlian bela diri untuk mengalahkan Jackson dan penyokongnya, akhirnya menyelamatkan orang-orang tertindas dan mempertahankan harga diri komunitasnya.
Baca Juga:5 Cara Cepat Dapat Saldo DANA Gratis Langsung Cair 2025 yang Paling TerpercayaJangan Ketinggalan! Ini Daftar Game Cuan PC 2025 Terpercaya yang Lagi Ramai Dibicarakan!
Akhirnya, Wong menerima Leung Foon sebagai murid keempat, dan bersama murid-muridnya mereka mengambil foto bersama di depan Po-chi-lam sebagai simbol kebersamaan dan kemenangan lokal atas tekanan eksternal.
Film ini tidak hanya menyajikan aksi bela diri yang menawan mata, tetapi juga menyisipkan kritik terhadap imperialisme dan pengaruh asing yang merongrong kedaulatan lokal. Salah satu dialog penting menunjukkan bahwa “senjata api sering kali lebih unggul daripada kung fu” sebuah refleksi bahwa di masa itu, teknologi dan kekuatan militer asing mengubah peta kekuasaan.
Selain itu, film ini juga menarik karena menampilkan visual dan koreografi aksi yang kuat serta sinematografi yang memanfaatkan ruang dan gerakan tubuh sebagai narasi visual penuh ekspresi. Kritikus menyebut bahwa kehebatan film Once Upon a Time in China terletak bukan hanya pada adegan laga, tetapi bagaimana adegan-adegan tersebut diatur agar terasa sebagai dialog visual yang menguatkan tema dan karakter.