Oleh: Dahlan Iskan
Akhirnya bukan Korea Selatan yang paling hebat. Pujian dunia lebih diberikan ke Taiwan. Tidak pernah ada rebutan masker di Taiwan. Sejak awal. Sejak Covid-19 masih belum punya nama.
Dan yang lebih istimewa: Taiwan punya kiat ampuh untuk mencegah kematian berjamaah. Dan itu dilakukan justru sebelum virus datang ke Taiwan. Ketika belum ada kepanikan.
Caranya? Juga main data: semua rumah sakit kan punya data lengkap. Di carilah siapa saja yang punya penyakit terkait dengan pernafasan. Siapa pula yang pernah berobat terkait dengan penyakit itu. Siapa saja yang tingkat sakitnya berat.
Angka-angka itu begitu hidupnya. Tidak dianggap benda mati –yang dikubur di rak-rak lemari.
Waktu itu sebenarnya Taiwan masih aman. Tapi sudah tahu: ada wabah di Tiongkok-daratan –yang jaraknya hanya selemparan batu.
Taiwan tidak menyepelekan informasi itu. Data dari rumah sakit dihimpun. Dengan cepat. Mereka yang punya sakit jenis itu disiapkan untuk ditangani khusus. Termasuk diberi tahu: Anda adalah golongan warga yang paling harus waspada.
Masa-masa masih aman itu dimanfaatkan untuk persiapan menyambut kedatangan sang mahkota.
Ketika akhirnya Covid-19 singgah di Taiwan golongan paling rentan itu sudah tertangani.
Demikian juga ketika kapal pesiar Diamond Princess sempat singgah di Taiwan. Yang belakangan tersiar kabar kapal itu ber-Covid. Penduduk Taiwan panik.
Pemerintah segera menenangkannya dengan data: ada 50 lokasi yang kemungkinan besar disinggahi penumpang Diamond Princess. Nama-nama lokasi itu dibuka secara detail.
Warga pun diminta waspada: siapa yang merasa terkait dengan lokasi itu diminta memberi info ke posko.
Lima belas hari kemudian –ketika heboh Diamond Princess mengguncang dunia –muncul pengumuman pemerintah Taiwan: tidak satu pun dari 50 lokasi tersebut ditemukan penderita Covid-19.
Taiwan memang punya lembaga khusus penanganan wabah. Lembaga itu permanen –menjadi bagian lembaga penanggulangan bencana. Itu dibentuk sejak ada wabah SARS 2003.
Lembaga itu juga punya departemen klarifikasi informasi. Tugasnya memonitor pergerakan sosmed. Kalau ada informasi yang salah langsung dijelaskan duduk persoalannya. Termasuk kalau ada hoaks. Dalam 24 jam –sebelum misinformasi itu lebih meluas– sudah ada penjelasan resminya.