Banyak pertanyaan dibenak masyarakat, apakah ada kaitannya pembatalan haji dengan kondisi ekonomi negara di tengah pandemi? Kemanakah dana haji yang telah dilunasi oleh calon jamaah haji tahun 2020?
Dana haji yang tercatat oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) per Mei mencapai Rp. 135 triliun. Terkait dana sebesar ini, tersebar berita akan digunakan untuk pemulihan kondisi selama pandemi atau akan digunakan untuk memperkuat rupiah. Namun isu tersebut segera dibantah oleh Kepala Badan Pelaksana BPKH, Anggito Abimanyu.
Namun BPKH tidak menutup kebenaran isu bahwa ada niat untuk menginvestasikan dana haji tersebut, seperti keinginan investasi membangun hotel di Arab Saudi serta membangun perusahaan catering yang diperuntukkan untuk jamaah haji Indonesia. Walaupun menurut Anggito ini baru wacana yang belum terealisasi.
Isu penyalahgunaan dana haji yang jumlahnya fantastik itu bukanlah kali pertama, sebelumnya, tahun 2017 di awal pembentukan BPKH, Presiden Jokowi menyatakan agar dana haji yang terkumpul bisa dioptimalkan untuk kepentingan infrastruktur seperti jalan tol atau pelabuhan. Begitu juga banyak pejabat yang tersandung kasus korupsi dana haji, seperti Mantan Menteri Agama, Suryadarma Ali.
Jika ditelisik lebih dalam, polemik keputusan pembatalan keberangkatan haji tidak hanya menyisakan rasa kecewa bagi para calon jamaah haji, tapi juga keputusan ini menggambarkan bahwa pemerintah hanya melihat unsur ekonominya saja. Seperti inilah potret penguasa dalam sistem kapitalis sekuler ketika mengeluarkan kebijakan. Menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan semata.
Berbeda dengan sistem Islam, para penguasa sangat amanah dan memberikan pelayanan terbaik bagi warganya, apalagi ini terkait dengan perkara ibadah. Sarana dan prasarana sangat diperhatikan penguasa dalam rangka mengoptimalkan ibadah haji. Pemerintahkan memperhatikan pengaturan kuota haji dan umroh. Sehingga keterbatasan tempat tak menjadi kendala.
Dengan demikian, penyebab polemik keputusan pembatalan keberangkatan haji di Indonesia ini sangat mungkin didasari karena asas kapitalis-sekuleris yang tengah menjangkiti para penguasa dalam mengelola dana. Dana triliunan rupiah dipandang lebih bermanfaat untuk memperbaiki ekonomi negeri daripada memberangkatkan para jamaah haji. Padahal dalam pandangan Islam, dana haji tidak boleh digunakan meskipun dengan dalih pemulihan kondisi negeri akibat pandemi.