Oleh: Tawati
(Aktivis Muslimah Majalengka)
Pemkab Majalengka menyelenggarakan upacara peringatan Hari Kemerdekaan ke-75 RI ke-75 di Pendopo, pada Senin lalu (17/8). Upacara yang penuh khidmat di tengah pandemi Covid-19 itu hanya diikuti 20 peserta.
Bupati Majalengka, Karna Sobahi, yang bertindak sebagai inspektur upacara mengatakan, momen kemerdekaan kali ini hadir dengan suasana dan makna yang amat berbeda. Dulu, rakyat Indonesia berperang melawan penjajah yang memporak-porandakan tatanan kehidupan bangsa. Saat ini, rakyat dihadapkan dengan perang melawan pandemi Corona yang berdampak pada segala aspek kehidupan.
“Kunci awal menuju kemerdekaan saat ini adalah lepas dari kepanikan dari pandemi. Selain itu, bersatu melawan egoisme dengan tetap mematuhi aturan dan anjuran protokol kesehatan dalam segala aktivitas pada era new normal. Merdeka dari pandemi berarti lepas dari kondisi keterpurukan menuju tatanan kehidupan yang terarah,” kata Karna. (Dikutip Citrust.Id, 17/8/2020)
Pandemi belum usai. Penderitaan semakin dalam. Kasus positif Virus Corona (Covid-19) di Indonesia hingga Selasa (18/8) mencapai 143.043 orang. Sebanyak 96.306 kasus di antaranya dinyatakan sembuh. Dikutip dari data covid19.go.id, ada tambahan 1.673 kasus baru Virus Corona per hari ini. Alhasil, total kasusnya mencapai 143.043 kasus.
Pemerintah memang dinilai banyak kalangan tidak mampu menentukan langkah strategis sejak pandemi ini merebak. Urusan virus pun takluk pada asing. Situasi ekonomi Indonesia yang telah kacau sebelum wabah terjadi dengan defisit APBN 2020 mencapai Rp 125 triliun, Utang Luar Negeri (ULN) akhir Januari 2020 mencapai Rp 6.079 triliun. Lihat saja, lembaga rente dunia, IMF telah menyiapkan pinjaman darurat sebesar US$ 50 miliar bagi negara berpenghasilan rendah maupun berkembang yang membutuhkan bantuan untuk menangani virus corona.
Negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah dapat mengakses pinjaman dengan bunga sebesar US$ 40 miliar untuk jangka waktu 5 tahun. (katadata.co.id, 5/3/2020). Tak mustahil Indonesia turut mengambil klausul itu, mengingat pernyataan yang disampaikan di atas bahwa Indonesia terbuka dengan ‘bantuan’ asing.
Memang benar, moncong senapan tak lagi ada di depan mata kita. Belanda dan Jepang bukan lagi negara yang menjajah negeri ini dengan brutal. Namun, “moncong” korporasi yang mengendalikan negara-negara besar telah menguasai negeri ini atas nama investasi. Pembiayaan dan pembangunan yang digadang-gadang dapat meningkatkan ekonomi bangsa, nyatanya adalah jebakan agar negeri ini terjerat utang.