Memaknai Kemerdekaan dan Hijrah Hakiki di Masa Pandemi

0 Komentar

Telah jelas dalam surah Al Maidah ayat 49 bahwa seluruh perkara harus diputuskan sesuai dengan aturan Allah SWT. “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (TQS Al Maidah: 49)
Maka dari itu, manusia merdeka adalah dia yang bukan hanya menyembah Allah SWT dalam hal ibadah mahdhah saja. Tapi juga dia yang berusaha agar seluruh aturan Allah SWT diterapkan dalam setiap kehidupannya, termasuk bernegara. Karena sesungguhnya tak akan mungkin seluruh syariat Allah SWT tegak jika negara tak mengambil Islam sebagai asasnya.
Oleh karena itu, negara merdeka adalah negara yang terbebas dari penghambaan pada manusia, terbebas dari dikte asing, terbebas dari sistem demokrasi. Dan negara yang merdeka adalah negara yang menerapkan hukum Allah SWT secara keseluruhan, termasuk memiliki sistem pemerintahan yang sesuai syariat Islam.

Makna Hijrah Hakiki

Secara syar’i, menurut para fukaha, pengertian hijrah adalah keluar dari darul kufur menuju Darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276). Darul Islam adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim.
Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak berada di tangan kaum Muslim sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Pengertian hijrah semacam ini diambil dari fakta hijrah Nabi SAW sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam).
Dari semua itu, hijrah mungkin bisa dimaknai sebagai momentum perubahan dan peralihan dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari segala bentuk kejahiliahan menuju Islam dan dari masyarakat jahiliah menuju masyarakat Islam. Alhasil, peralihan dan perubahan ke arah Islam dan masyarakat Islam itulah spirit hijrah. Tentu spirit hijrah seperti itu sangat relevan untuk kita wujudkan saat ini di tengah kehidupan kita kaum Muslim.

0 Komentar