Peningkatan Kasus Perceraian, Indikasi Rapuhnya Pondasi Keluarga

0 Komentar

Oleh: Lilis Suryani

Pengadilan Agama Soreang tengah menjadi perbincangan di media sosial. Bukam karena banyaknya para calon pengantin yang biasanya mengurus kelengkapan administrasi untuk menikah. Justru sebaliknya, terdapat antrian mengular hingga keluar, pada senin (24,8,2020) disebabkan karena pendaftaran gugatan cerai yang jumlahnya sampai ratusan. Fenomena ini tidak bisa dikatakan biasa atau luar biasa, justru ini adalah fenomena yang fantastis. Hal ini menunjukan betapa rapuhnya ikatan keluarga muslim.
Seperti dilansir oleh Tribunnews.com pada selasa, 25 agustus 2020. Antrean tersebut dibenarkan oleh Humas PA Soreang Kabupaten Bandung, Suharja saat ditemui di kantornya.
Suharja mengatakan, antrean tadi pagi itu terdiri dari antrean sidang, antrean pendaftaran Posbakum, dan antrean pengambilan produk pengadilan.
“Antrean sidang, kenapa banyak, tadi kita melaksanakan persidangan kurang lebih sekitar 246 perkara yang terdiri dari gugatan maupun permohonan,” ujar Suharja.
Suharja memaparkan, yang paling banyak itu antrean sidang kurang lebih 246 terdiri dari penggugat, ditambah tergugat, dan ditambah saksi.
“Coba dikalikan saja 264 kali 4 maka sudah ada 800 orang lebih,” kata Suharja.
Memang, angka perceraian yang terjadi selama Pandemi Covid-19 cukup tinggi di sejumlah wilayah di Jawa Barat, seperti Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Alasan ekonomi dan kematangan usia dianggap menjadi pemicu tingginya kasus perceraian.
Melihat hal tersebut, Ketua DPRD Kota Bandung, Tedy Rusmawan menilai tingginya angka perceraian dipengaruhi oleh kualitas pembinaan pendidikan pra-nikah. Selain persoalan ekonomi yang terjadi sebagai dampak penyebaran Covid-19.
Menurut Tedy tingginya angka perceraian, sudah terjadi sebelum adanya pandemi di Indonesia. Dimana faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab terjadinya keretakan di dalam rumah tangga.
Mirisnya lagi, kebanyakan yang terdaftar adalah pengajuan gugat cerai istri terhadap suami. Memang tak bisa dipungkiri, pandemi yang tengah melanda berpengaruh besar tehadap ketahanan ekonomi keluarga. Para suami yang biasa bekerja menafkahi keluarga untuk sementara dirumahkan bahkan ada yang sampai di PHK. Akhirnya, para istrilah yang harus turut menopang perekonomian keluarga. Belum lagi persoalan mendidik anak serta pekerjaan di rumah, menambah beban para istri baik secara fisik maupun emosional.

0 Komentar