Melonjaknya Angka Perceraian Akibat Terguncangnya Ketahanan Keluarga

0 Komentar

Oleh: Dwi Sri Utari, S.Pd

Pengamat Kebijakan Publik

Viral, sebuah video beredar menampakan antrian massa hendak mengajukan berkas gugatan cerai di depan pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung. Berita tersebut viral, lantaran mengularnya antrian massa bukan dalam rangka pembagian bantuan sosial, melainkan mengabarkan atas melonjaknya angka perceraian di tengah pandemi yang terjadi di kabupaten Bandung. Merespon hal tersebut, H Dadang M Naser selaku Bupati Bandung meminta ulama agar bisa berperan aktif dalam menekan angka perceraian di tengah masyarakat. Dirinya berpendapat bahwa nilai-nilai religi yang disampaikan ulama dapat mencegah warganya mengambil jalan pintas melalui perceraian ketika dihadapkan masalah rumah tangga.
Permasalahan rumah tangga memang acapkali menjadi pemicu bubarnya bahtera rumah tangga. Dalam kondisi saat ini, masyarakat sedang berjibaku dengan upaya bertahan hidup di tengah pandemi covid-19. Dampak mewabahnya virus tak ayal menimbulkan tekanan ekonomi pada sebagian besar keluarga. Terjadinya pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran menambah banyak jumlah pengangguran. Selanjutnya, membuat banyak keluarga merasa kelimpungan dalam memenuhi tuntutan kebutuhan hidup. Yang pada akhirnya mengakibatkan timbulnya cek-cok antar suami dan istri hingga terjadinya tindak KDRT. Berikutnya, perceraian dipilih sebagai solusi jalan pintas.
Apabila diteliti, kasus perceraian sudah kerap terjadi sejak sebelum pandemi. Berdasarkan data statistik, kasus perceraian di Indonesia secara umum pun terus meningkat setiap tahunnya. Dilansir oleh detik.com dari website Mahkamah Agung (MA), disebutkan bahwa hampir setengah juta perceraian terjadi di Indonesia selama tahun 2018. Sedangkan sepanjang tahun 2019, kasus perceraian yang ditangani oleh Pengadilan Agama Bandung saja mencapai 6.300 perkara atau rata-rata lebih dari 700 perkara setiap bulannya.
Menelisik lebih dalam penyebab terjadinya kehancuran bahtera rumah tangga dipicu oleh berbagai latar belakang. Selain dipicu tekanan ekonomi, tidak pahamnya hak dan kewajiban, dan tidak patuhnya pada hukum syara’ seputar pergaulan dalam rumah tangga kerap kali menjadi latar belakang terjadinya perceraian. Munculnya berbagai pemicu tersebut tidak lain disebabkan tidak berfungsinya negara sekuler dalam membentuk ketahanan keluarga.
Merujuk pada UU No. 10 Tahun 1992, ketahanan keluarga sendiri didefinisikan sebagai kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri, dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin.

0 Komentar