Oleh: Sri Nurhayati, S.Pd.I
Pengisi Keputrian SMAT Krida Nusantara
Kehidupan perempuan dan keluarga saat ini telah mengalami kehancuran. Keluarga sebagai pondasi dari tatanan kehidupan masyarakat dan Negara telah kehilangan perannya dalam membangun sebuah masyarakat yang beradab dan bermartabat. Sistem Kapitalisme sejatinya telah menghancurkan kehidupan manusia, termasuk kaum hawa (perempuan). Dalam kungkungan sistem yang penuh dengan kebebasan dalam berperilaku, telah membawa perempuan pada tindakan yang telah menyalahi kodrat atau fitrahnya.
Sepekan ini kabar akan adanya kasus Poliandri yang dilakukan ASN menjadi bukti akan rusaknya kondisi keluarga kita saat ini, yang di dalamnya ada peran perempuan. Fenomena kasus polandri yang terjadi di kalangan ASN ini, diungkap oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Neagara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB), Tjahjo Kumolo, saat memberikaan sambutan di acara Peresmian Mal Pelayanan Publik di Solo, Jawa Tengah.
Kasus Poliandri atau perempuan yang memiliki suami lebih dari satu, merupakan sesuatu yang telah merendahkan harkat dan martabat seorang perempuan. Poliandri dapat membawa kehancuran bagi keluarga. Karena praktek ini akan menjadikan ketidakjelasan terhadap anak yang dikandung seorang perempuan. Serta hilangnya keharmonisan dalm keluarga.
Seperti yang terdapat dalam sebuah artikel tentang resiko perempuan yang memiliki suami lebih dari satu. Bahwa Poliandri akan menimbulkan masalah terkait status anak dan pernikahannya, seperti dikutip dari Brighthub.com, yaitu pertama, kepastian mengenai keturunan yang dihasilkan tidak jelas. Kedua, menurunkan angka kelahiran dan jumlah orang tua. Karena hanya satu perempuan yang terlibat dalam pernikahan, sehingga jumlah anak yang dihasilkan sedikit. (https:// m.detik.com /health/berita-detikhealth/d-1561983/risiko-perempuan-yang-bersuami-lebih-dari-1-pria).
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 40, praktek Poliandri telah dilarang. Dalam pasal ini disebutkan bahwa laki-laki dilarang menikahi perempuan yang masih terikat perkawinan dengan laki-laki lain. Poliandri dalam Islam tidak dibolehkan, karena ini terkait dengan masalah nasab sang anak yang di kandung oleh perempuan. Terlebih dalam Al-Quran larangan ini sudah sangat jelas. Dalam surah An-Nisa ayat 23-24 yang artinya. “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”