Seri Belajar Filsafat Pancasila 21
Oleh: Kang Marbawi
Salam sejahtera untuk saudaraku sebangsa-setanah air!
Mari kita mencintai Indonesia dengan berbagai cara dan profesi kita masing-masing. Minggu lalu, kita mendiskusikan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam kaitannya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Kali ini kita akan mendiskusikan sila pertama dengan kata “bertuah” dalam dkawah yang menyejukkan.
Saat ini kita masih berada di bulan November, suasana Hari Pahlawan masih menyelimuti kita. Salah satu tokoh yang paling diingat adalah Soetomo, atau dikenal luas dengan panggilannya Bung Tomo.
Bung Tomo hanya berpikir bagaimana menyemangati rakyat Surabaya untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan saat berpidato di studio pemancar Radio Barisan Pemberontak Republik Indonesia (RPPRI). Dari studio RPPRI yang bertempat di rumah sederhana milik Bapak Amin ini, Bung Tomo —mantan pegawai rendahan di perusahaan ekspor impor Belanda ini— dengan suaranya yang berapi-api mampu membakar semangat arek-arek Suroboyo dengan pekik “Allahu Akbar-nya. Takbirnya mampu menggerakkan ribuan rakyat Surabaya dan sekitarnya untuk berjuangan mempertahankan Surabaya dari tentara sekutu yang dipimpin Inggris. Berhari-hari tentara Inggris yang dipimpin Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern (AWS) Mallaby kewalahan melawan semangat juang Rakyat Surabaya. Mallaby, perwira yang sebelumnya menjadi komandan di Batalyon ke-6 Resimen Punjab ke-2 India ini, ternyata harus meregang nyawa ditembak “arek Suroboyo” bernama Abdul Azis.
Di belahan dunia lain, pidato agitatif Adolf Hitler mampu menjejalkan chauvinisme —sebuah paham nasionalisme yang berlebihan— kepada rakyat Jerman. Hitler yang lahir di Braunau am Inn, Austria, pada 20 Aptil 1889 dari pasangan Alosi dan Klara ini tercatat sejarah melahirkan Fasisme-Nazi. Promosi paham Fasisme yang dilakukan Hitler dan kolaboratornya memicu Perang Dunia II. Perang paling brutal yang melibatkan banyak Negara itu menelan korban 11 juta orang, termasuk enam juta orang Yahudi. Pembunuhan massal yang dilakukan oleh Nazi ini dikenal sebagai Holocaust. Fasisme Hitler yang menjadi penyebab bencana kemanusiaan terbesar dalam sejarah peradaban manusia.
Bung Tomo dan Hitler orang yang sama sekali berbeda. Persamaannya, kedua orang ini memiliki kharisma untuk menggerakkan orang. Bung Tomo menggunakan jargon agama “Allahu Akbar” yang membakar semangat rakyat Surabaya untuk berjuang mempertahankan Surabaya. Sementara Hitler menggunakan chauvinisme yang melahirkan fasis dengan provokasi fasisme yang menghasilkan fanatisme ras Aria sebagai ras unggul yang memicu pembersihan etnis lain, genosida, yakni bangsaYahudi.