Memaknai Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” Kata Bertuah Bagian Ke Empat Belas

Memaknai Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” Kata Bertuah Bagian Ke Empat Belas
0 Komentar

Intinya, kata-kata suci memiliki “tuah”, punya daya dorong yang kuat untuk menggerakkan orang. Bergantung konteks, tempat, waktu, dan siapa yang menyampaikan. Namun demikian, kata atau kalimat suci dari agama apapun sering kali dimanipulasi oleh “oknum” untuk menggerakkan orang lain sesuai dengan kepentingannya. Kalimat atau kata bertuah bernada provokatif dan dibungkus dengan teks atau ayat suci yang disampaikan tokoh agama sering kali dijadikan licence oleh pengikutnya untuk dilaksanakan. Lebih jauh, mendorong kelompok vigilante, yakni orang yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri, melakukan aksi teror. Seolah kata-kata yang disampaikan tokoh tersebut menjadi “payung hokum” untuk bertindak sesuai arahan tokoh tersebut. Kata bertuah berubah menjadi “harimau” yang menelan kemanusiaan. Di sini, relevan pepatah “mulutmu harimaumu”. Walau sekarang juga berlaku petuah “jarimu harimaumu”.
Inilah pembedakan antara pekik “Allahu Akbar” Bung Tomo dengan pekik ”Der Fuhrer” pengikut Hitler. Atau pekik yang disampaikan oleh tokoh agama dalam menyemangati para pengikutnya. Kesemuanya memiliki tujuan sesuai kondisi dan kepentingan para tokoh pengucapnya.
Tulisan ini ingin menegaskan bahwa kata-kata yang disampaikan oleh para tokoh, berdampak besar terhadap perilaku pengikutnya. Yang berbahaya, kata-kata atau kalimat tersebut menjadi pijakan para pengikutnya untuk melakukan sesuatu yang melanggar kemanusiaan dan melahirkan kekerasan. Tidak asal hanya mengikuti speak up and becounted. Kamu bicara maka kamu akan dihitung, begitu kata Dale Carnegie.
Untuk itu, bicaralah untuk kebaikan dan berdampak kepada kebaikan. Bukan bicara yang melahirkan kebencian kepada orang lain.
Setiap agama memiliki misi dakwah. Sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”, memberikan guidance terkait dakwah yang seharusnya harus menjunjung tinggi penghormatan terhadap nilai kemanusiaan. Dan pendakwah harus arif untuk mengajak dan memberi kritik sosial secara bijak (bil mau idzoh hasanah). Tidak menghina dan menyakiti atau tidak ditujukan kepada orang lain.
Mari kita renungkan
Salam
Kang Marbawi

Laman:

1 2
0 Komentar