Tiga indikator tersebut meliputi penurunan angka kemiskinan, penurunan stunting hingga 100 persen, dan kepuasan layanan minimal 80 persen. Herman menilai AKJJ merupakan aksi nyata upaya percepatan penurunan sekaligus pencegahan stunting. Karena itu, penting untuk bisa diimplementasikan secara menyeluruh di setiap desa di Kabupaten Sumedang.
“Harus berbasis kinerja. Tidak boleh main-main dalam melayani masyarakat. AKJJ harus hadir di semua desa pada 2021 mendatang. AKJJ bukan teori. AKJJ harus bisa dibuktoskeun. Pok, pek, prak. Dalam pelaksanaannya, tentu perlu ada simplifikasi materi dari 14 modul menjadi lebih sederhana. Saya berharap ada juga akademi serupa untuk para bapak. Dengan demikian, para ayah turut memahami dan bertanggung jawab dalam pengasuhan anak. Kalau perlu, dua kali ngadu bako, semua materi beres,” ungkap Herman.
Disinggung pembiayaan, Herman menegaskan bahwa penyelenggaraan AKJJ tidak harus melulu bergantung pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Selain memanfaatkan dana desa, bisa juga berkolaborasi dengan para pihak, baik sektor usaha, akademisi, hingga masyarakat.
“Di sinilah terjadi sharing atau kolaborasi. Ada APBD, private sector, atau swadaya masyarakat. Bahasa kerennya pentahelix, semua pihak berkolaborasi,” tegas Herman.
Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Kusmana mengaku sangat mengapresiasi inisiatif Kepala Desa Sukahayu dalam penyelenggaraan AKJJ dengan memanfaatkan alokasi dana desa. Ayah Uung, sapaan Kusmana, menilai inisiatif ini menjadi kata kunci keberhasilan penanggulangan stunting di Kabupaten Sumedang.
“Ini wujud dukungan luar biasa pemerintah daerah untuk mewujudkan keluarga berkualitas. Komitmen ini menunjukkan bahwa pemerintah desa sudah menyadari pentingnya menyiapkan sebuah masyarakat berkualitas mulai dari keluarga. Keluarga berkualitas menghasilkan masyarakat berkualitas. Masyarakat berkualitas menghasilkan bangsa berkualitas,” ungkap Uung.
Keluarga, sambung Uung, merupakan entry point program Bangga Kencana. Dan, pembangunan keluarga berlangsung secara simultan sesuai siklus kehidupan manusia. Dengan demikian, program bergulir dan menyasar calon-calon keluarga atau remaja, keluarga itu sendiri, 1000 hari pertama kehidupan (HPK), hingga lanjut usia (Lansia).
Di bagian lain, Analis Pengembangan Program Bina Anak BKKBN Mila Yusnita menjelaskan, AKJJ merupakan transformasi dari Akademi Keluarga Hebat Indonesia yang digagas Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia IPB University bekerjasama dengan BKKBN pada 2018 lalu. Program ini merupakan edukasi keluarga yang diikuti keluarga yang memiliki anak usia di bawah dua tahun atau ibu hamil untuk pencegahan stunting.