Seri Belajar Filsafat Pancasila ke 25
Manunggal
Oleh: Kang Marbawi
Salam sejahtera, untuk saudaraku sebangsa setanah air! Mari kita cintai Indonesia, dengan menguatkan kepekaan terhadap sesama.
Ketika Ibrahim mencari konsepsi ketuhanan, dia mencoba mengenal Tuhan dengan memperhatikan fenomena alam. Hingga Bapak para nabi ini menemukan Tuhan sejatinya. Penemuan Tuhan sejati yang melahirkan agama-agama Samawi, merujuk kepada sumber wahyu dari langit melalui perantara Jibril.
Begitupun Sang Budha, di bawah pohon Bodhi yang dikenal sebagai Ficus Religiosa, Banya, Pipal, Bo-gaha atau pohon Dewa, sang Budha menemukan pencerahan. Di sinilah mula ajaran kebajikan Sang Budha. Maka tak heran, umat Budha memberikan penghormatan yang lebih dan menjadi ritus utama dengan mengelilingi Pohon Bodhi dalam ritual ibadahnya.
Entah terinspirasi oleh Sang Budha, Soekarno pun mendapatkan pencerahan setelah melakukan perenungan di bawah Pohon Sukun, ketika diasingkan di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur tahun 1934-1935. Pohon Sukun yang buahnya banyak menjadi kudapan yang menghidupi tukang gorengan di pinggir jalan tersebut tak seberuntung Pohon Banya, yang disakralkan. Namun karena merenung di bawah Pohon Sukun, Sokarno menemukan intisari dari Pancasila. Bisa jadi kita pun akan mendapatkan pencerahan jika sering merenung di bawah pohon, sambil “ngadem”.
Dari perenungannya di bawah Pohon Sukun, Soekarno menjelaskan penemuan konsepsi Ketuhanan dalam Pancasila berasal dari sejarah agama-agama awal nenek moyang Bangsa Indonesia. Soekarno menggali dan terus menggali sampai ke sumsum budaya Bangsa Indonesia untuk menemukan konsepsi ketuhanan nenek moyang Bangsa Indonesia hingga kedatangan agama-agama samawi dan agama Ardhi. Dan lahirnya konsepsi “Ketuhanan” yang ditawarkannya sebagai dasar negara dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) 1Juni 1945. Ketuhanan yang menyejarah terkait keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Keyakinan agama kita yang tercakup dalam Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Keyakinan akan konsepsi Tuhan yang menyejarah. Artinya setiap keyakinan agama melakukan proses pencarian yang tidak pernah selesai. Tidak hanya itu, proses pencarian itu dilakukan dengan proses dialogis antara dirinya dengan teks-teks kitab suci dan sublimasi (perubahan kadar keyakinan/keimanan) dari proses intelektualisasi yang dilakukan kita. Proses pemahaman terkait ketuhanan tersebut tidak pernah memastikan konsep tunggal soal Tuhan. Terbukti bahwa konsep ketuhanan masing-masing keyakinan/agama berbeda. Dan inilah yang harus dihormati sebagai proses dialogis-teologis.