Memaknai Sila Kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” Bagian Ke Lima

0 Komentar

Serupa dengan ritual menyisakan makanan. Dengan tanpa bersalah dan sering kali kita  menyisakan sampah dan membuangnya dengan sembarang. Menyumbang, baik dengan cara  baik-baik atau tak baik. Membuang sampah sembarangan di jalan, rumah, halte, bahkan di  tempat ibadah serta dimanapun kita berada. Tanpa merasa berdosa!
Menyumbang tumpukan sampah semakin menggunung. Tak kurang dari 0,7 sampai dengan 1 kg
perhari. Setiap dari kita menyumbang tumpukan sampah. Di Indonesia produksi sampah mencapai 175.000 ton per hari atau 67,8 juta ton pertahun. Itu itung-itungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tak pernah ada yang membantah! Karena sedikit yang peduli soal sampah.
Dan 64 juta ton nya adalah sampah plastik. Jumlah tersebut jika dikumpulkan bisa membuat pulau terapung. Toh kita tak peduli dan tak sadar! Selalu saja kita merasa tak bersalah membuang sampah seenaknya. Seolah tanah yang kita pijak
adalah tanah yang layak untuk dijadikan buangan barang tak berharga.
Se-tak berharganya diri ketika membuang sampah sembarangan. Sesering kita buang sampah sembarangan,sesering itu pula kita membuang harga diri kita,dimata tukang pembersih sampah dan pemulung!
Beradab kah kita?
Ya, yang seperti itu tidak beradab! Setiap makanan yang kita sisakan,setiap sampah yang kita buang sembarangan, menyakiti orang banyak. Menyakiti alam raya. Sikap tak berperasaan adalah sikap yang tak beradab! Tak punya empati, tak punya hati, tumpul kepekaan nurani, itu awal ketakberadaban. Tak beradab jika kita tak peduli dengan orang lain dan lingkungan. Seolah dunia milik sendiri dan hidup semau sendiri. (Orang lain ngontrak kali). Tak beradab jika kita masa bodoh dengan keadaan disekitar kita.”Bodo amat”adalah mantra orang tak beradab!
Beradab bukan sekedar adanya warisan budaya adiluhung seperti peninggalan candi, sendra tari, lukisan atau tapak-tapak pengetahuan serta teknologi mutakhir.
Beradab adalah ketajaman, kepekaan hati, pikiran dan jiwa untuk melihat orang lain, alam raya, dan makhluk hidup lainnya untuk dihargai. Beradab tak sekedar sesuai norma sosial atau norma agama, yang dikhotbahkan para juru bicara kursus kepribadian dan juru bicara kitab suci.

0 Komentar