OLEH: Inayah
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah
Berdasarkan data global footprint Network tahun 2020, Indonesia mengalami defisit ekologi sebanyak 42%. Angka ini menunjukkan konsumsi terhadap sumberdaya lebih tinggi daripada yang saat ini tersedia dan akan menyebabkan daya dukung alam terus berkurang. Lebih lanjut juga menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan ekonomi di Indonesia masih belum memperhatikan modal alam secara serius, sebut Guru Besar IPB University Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Management (FEM), Prof. Dr. Akhmad Fauzi. Sebagaimana dilansir dari laman IPB University.
Akhmad menyampaikan, saat ini indeks modal alam Indonesia masih rendah yaitu di urutan 86, padahal negara tropis umumnya ada di peringkat 10 besar urutan indeks modal alam. Terdapat kerusakan yang cukup massif pada alam di Indonesia. Kerusakan alam ini misalnya disebabkan oleh alih fungsi lahan. Laju pencemaran lingkungan khususnya air juga tinggi. Selain itu keberagaman alam juga sudah semakin berkurang. Hal ini membuat perekonomian nasional kita melemah. Mengabaikan modal alam berakibat memperbesar angka ketimpangan ekonomi, jelas Akhmad. Sebagaimana dilansir media Indoneisia.com (jumat 15/2).
Hal ini juga ditekankan olehnya dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat, jumat (15/2). Akhmad menyatakan bahwa pembangunan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari kelestarian lingkungan. Selain itu, kearifan lokal yang ada di tengah masyarakat harus diperhatikan dengan baik agar tidak merusak alam.
Baca Juga:Kaleidoskop 100 Tahun tanpa Perisai UmatMengurai Polemik Kriminalisasi Dinar-Dirham
Memang pada fakta kehidupan saat ini ketika pembangunan terus digencarkan tetapi tidak memperhatikan alam dan lingkungan sehingga berdampak pada kerusakan alam ataupun bencana alam.
Beberapa hari yang lalu di beberapa daerah seperti Bekasi, Karawang, Malang, termasuk Ibukota Jakarta mengalami banjir. Dan fenomena ini bukan yang pertama kali terjadi tetapi sudah menjadi rutinitas tahunan tatkala memasuki musim penghujan, dan sampai sekarang pun belum ada solusi yang dapat mengatasi banjir.
Kalau kita telusuri kejadian yang dialami oleh manusia saat ini, baik musibah banjir, longsor, pencemaran air dan sebagainya, akibat dari pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan alam dan lingkungan sekitar masyarakat, gedung-gedung pencakar langit terus didirikan, perumahan masyarakat pun terus dibangun tanpa mempersiapkan saluran-saluran pembuangan airnya. Akibatnya, tatkala hujan deras ataupun air bah kiriman dari hulu tidak ada salurannya karena tertutup gedung-gedung dan juga perumahan, sehingga banjir tidak dapat dielakkan lagi. Meski terkadang air kiriman dari hulu itu pun akibat penggundulan hutan, para kapital hanya memikirkan keuntungan semata tanpa memedulikan dampak yang ditimbulkan.