Kedua, memberi peluang alternatif ekonomi bagi masyarakat setempat yang memungkinkan mereka tetap berkembang tanpa harus merusak keanekaragaman hayati di daerahnya.
Ketiga, investor swasta apakah dari pihak sub-sektor energi atau pertambangan, agrobisnis, pengembangan wisata, perhotelan dan lainnya yang memiliki kepentingan untuk menjaga agar keanekaragaman hayati tetap terjaga dan menarik investasi global dalam proyek yang menguntungkan, sekaligus membantu standar hidup penduduk setempat.
Keempat, pemerintah daerah harus mampu melestarikan wilayah yang harus dilindunginya dengan tidak menjual demi uang atau membiarkan diri dikorup oleh pihak penebang dan pengembang. Kelima, melibatkan pakar baik lokal maupun internasional yang paham betul cara mengukur keanekaragaman hayati yang canggih dan benar, sekaligus merencanakan tata guna lahan untuk menentukan dengan tepat daerah mana yang perlu dilindungi dan daerah mana yang dapat dibangun untuk penanganan lingkungan yang tepat.
Baca Juga:Kaleidoskop 100 Tahun tanpa Perisai UmatMengurai Polemik Kriminalisasi Dinar-Dirham
Keenam, mendukung pelbagai inisatif penyelenggaraan pendidikan dasar, menengah dan tinggi guna meningkatkan kesadaran generasi muda untuk secara antusias menerima pengetahuan dan keterampilan sehingga mereka sadar tidak ingin merusak alam dan lingkungan mereka.
Dan langkah ini akan terlaksana dengan baik dan tepat kalau diterapkan sistem Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah yang akan melindungi manusia, alam, dan keanekaragaman hayati, agar semua merasa aman, nyaman, dan tenteram. Khalifah sebagai junnah (perisai) akan senantiasa mengatur dan meriayah semuanya, serta dengan jelas membagi mana yang terkategori kepemilikan umum, negara, maupun individu. Sehingga tidak akan ada yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara serakah karena dalam islam sudah jelas kepemilikanya. Maka dalam hal pembangunan ekonomi pun kita butuh sebuah sistem yang berasal dari Allah Swt yaitu khilafah. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.