Minuman keras (miras), apa pun namamu
Tak akan kureguk lagi
Dan tak akan kuminum lagi
Walau setetes (setetes)
Dan narkotika (tika), apa pun jenismu
Tak akan kukenal lagi
Dan tak akan kusentuh lagi
Walau secuil (secuil)
Gara-gara kamu orang bisa menjadi gila
Gara-gara kamu orang bisa putus sekolah
Gara-gara kamu orang bisa menjadi edan
Gara-gara kamu orang kehilangan masa depan
Bahkan sudah banyak orang dan elemen organisasi yang menolak keras terkait Perpres ini, dari mulai Muhamadiyah, Persis bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai rujukan umum Masyarakat Muslim Indonesia. Sekalipun peraturan tersebut hanya berlaku di 4 Provinsi apakah menjamin tidak akan menjalar ke provinsi lainnya, karena potensi orang memproduksi secara oplosan , palsu itu akan sangat besar. Ketika tidak di legalkan saja banyak ditemukan pelanggaran apalagi setelah di legalkan. Masyarakat Indonesia kenatal dengan budaya ke timuran berbeda dengan gaya hidup orang barat. Tidak dapat di bayangkan dampak dari pelegalan ini akan memicu timbulnya kejahatan lainnya yang akan semakin memperkeruh kehidupan berbangsa di tengah masalah, ujian yang melanda bangsa Indonesia saat ini.
Tantangan Pendidikan Nilai di Sekolah
Sepanjang hayatnya guru-guru di Sekolah sudah sepakat bahwa minuman keras adalah sesuatu yang di larang, dari berbagai sudut pandang (agama, kesehatan dan nilai yang berlaku di masyarakat), ketika ada siswa yang melakukan pelanggaran minuman keras maka dengan sigapnya para pendidik melakukan sebuah tindakan yang edukatif, karena banyak kasus terjadi, gara-gara meminum minuman keras murid-murid berpotensi melakukan pelanggaran lainnya (tauran, perzinahan dan lain sebagainya). Doktrin ini sudah berlaku ribuan tahun. Ketika muncul Perpres ini tidak menutup kemungkinan para pendidik kebingungan ketika menanamkan doktrin yang selama ini di jaga bersama, sekalipun hanya berlaku untuk 4 Provinsi tai ini masih dalam lingkup Negara Indonesia , terkecuali di negara-negara barat dan eropa yang sudah sama-sama kita ketahui. Jangan sampai nilai investasi yang dikejar tidak seberapa signifikan hasilnya tapi dampak yang besar terutama terhadap tatanan nilai kebaikan yang sudah turun temurun di jaga menjadi buyar kembali. Sebagai seorang pendidik dalam hati saya menangis dan cemas sekaligus kecewa terhadapan keluarnya Perpu ini, semoga Pak Presden mendengar rintihan dari seluruh elemen masyarakat dan mencabut aturan tersebut. Masih banyak peluang investasi yang jauh lebih menguntungkan dengan tidak melakukan spekulasi dan menimbulkan resiko yang besar bagi tumbuh kembang generasi terbaik bangsa, Kebijakan parsial jangan sampai mengabaikan wilayah mayoritas yang merupakan jati diri bangsa tercinta. (*)