Oleh: Nur Rahmawati, S.H.
Penulis dan Praktisi Pendidikan
Investasi asing selalu menggiurkan untuk dicari. Berbagai upaya akan dilakukan agar asing tertarik berinvestasi. Sehingga baru-baru ini Presiden Joko Widodo membentuk lembaga pengelola investasi atau sovereign wealth fund (SWF). Lembaga bernama Indonesia Investment Authority (INA) kini resmi beroperasi.
Direktur Utama INA Ridha Wirakusumah mengungkapkan, lembaga ini akan mengutamakan untuk menggandeng investor menyuntikkan dananya pada sektor jalan tol di periode awal berjalan. Pasalnya, dia menilai sektor ini memiliki multiplier effect yang besar dan menyedot pembiayaan yang tinggi. (Kontan.co.id, 16/2/2021).
Sebelumnya, adanya penilaian dari Ekonom Senior, Faisal Basri menyatakan bahwa, dibentuknya lembaga (SWF) akan berbahaya dan menimbulkan resiko besar karena Sovereign wealth fund (SWF) yang dibentuk Indonesia berbeda dengan SWF umum global, seperti Singapura dimana untuk investasi penggerak ekonomi diambil dari pendapatan negara, sedangkan SWF Indonesia sumber dananya mengajak investor asing, sehingga risikonya sangat besar.
Baca Juga:Wasiat Ki Hajar Dewantoro “Panca Dharma”Saat Tulang Rusuk Menjadi Tulang Punggung
Selain itu jika dalam rencana pembentukan SWF ini proses auditnya akan dilakukan oleh auditor independen bukan BPK maka akan bermasalah padahal uangnya adalah uang negara. (Cnbcindonesia.com, 12/10/2020).
Presiden menyebutkan LPI atau INA mempunyai posisi yang sangat strategis dalam percepatan pembangunan yang berkelanjutan. Lembaga ini dinilai akan meningkatkan dan mengoptimalkan nilai aset negara dalam jangka panjang dan menyediakan alternatif pembiayaan bagi pembangunan nasional.
Pola pembiayaan infrastuktur dengan penyertaan modal asing baik dengan divestasi asset BUMN maupun pendanaan proyek baru tetap dianggap membahayakan negeri ini. Sejalan dengan hal ini bahwa kebijakan yang diambil merupakan turunan UU Ciptaker yang berbahaya, karena penyertaan modal asing dalam proyek strategis bisa menggerus kedaulatan negara.
Mengapa pemerintah terkesan abai akan bahaya yang nanti terjadi? Bukan hal yang baru jika abainya pengurusan rakyat oleh pemerintah disebabkan sistem yang dianut negeri ini, yaitu sistem kapitalisme demokrasi. Keberpihakan pada para pemilik modal menjadi hal yang perlu dilakukan guna kepentingan segelintir orang dan mengabaikan kepentingan rakyat. Segala keputusan tidak lagi menitik beratkan pada kebenaran tapi menggunakan vote atau suara terbanyak menjadi penentu kebijakan, beberapa aturan undang-undang yang meresahkan rakyat, seperti UU Ciptaker, UU penanaman modal, UU Miras dan banyak lagi.