CIMAHI-Jumlah pasien Orang Dengan Gangguannya Jiwa (ODGJ) di Kota Cimahi meningkat selama Pandemi Covid-19 dibanding tahun sebelumnya.
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan, jumlah ODGJ berat tahun 2019 hanya 878 orang dari target sasaran 768 orang. Tetapi jumlah tersebut naik di tahun 2020 menjadi 923 orang, dari sasaran 775 orang.
Pasien ODGJ didominasi jenis kelamin laki-laki sebesar 64 persen dan perempuan 36 persen. Sedangkan dari sisi usia rata-rata 20-44 tahun mencapai 61 persen, kemudian disusul usia 45-54 sebesar 22 persen, usia 55-59 sebanyak 8 persen, usia 60-69 sebanyak 7 persen dan usia 15-19 tahun sebanyak 2 persen. “Pasien ODGJ berat di Cimahi naik dari dari tahun sebelumnya. Mungkin dampak pandemi bisa mempengaruhi kenaikan kasus ini,” kata Kepala Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa pada Dinkes Kota Cimahi, Benky Octavianus, Senin (8/3).
Berdasarkan hasil assesment, penyebab ODGJ disebabkan beberapa faktor, salah satunya ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19 yang hingga saat ini belum berakhir. Sebagian masyarakat merasakan penurunan penghasilan, bahkan tidak memiliki pendapatan akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). “Makannya jangan stres dan depresi, jadi (takutnya) ke stres berat. Kalau dari segi penyebab gaduh gelisah kebanyakan dari sisi ekonomi. Kan ekonomi nyambungnya banyak, yang dipecat di perusahaan dan lain sebagainya,” ujarnya.
Baca Juga:Masa Pandemi Membuat Orang tua, Murid dan Guru Kesulitan738 Warga Subang Mendertia Stunting
Selain faktor ekonomi, penyebab lainnya adalah genetik atau keturunan, faktor lingkungan, hingga pemakaian obat-obatan. “Tapi paling banyak karena ketidaktahuan masyarakat. Misal, seseorang masuk fase depresi gara-gara dibawa ke orang pintar, tapi ternyata memang punya masalah kejiwaan,” ungkap Benky.
Benky menyebutkan temuan ODGJ berat selama pandemi Covid-19 memang cukup tinggi dan rata-rata sudah menyentuh Standar Pelayanan Minimal (SPM). Diakuinya, ODGJ yang terdata tahun ini bisa saja merupakan pasien tahun lalu yang mengalami penyakit serupa. “ODGJ ini bukan hanya sekedar ditemukan, tapi harus diobati dan diberikan pelayanan kesehatan,” tuturnya.
Meski ada ratusan ODGJ berat, dia menyatakan, tidak ada yang sampai dipasung, kebanyakan mereka menjalani pengobatan dengan rawat jalan. Pihaknya sudah menyelenggarakan program penanganan kesehatan jiwa di antaranya dengan peningkatan kompetensi dini kesehatan jiwa dan napza oleh kader kesehatan dan masyarakat terlatih. “Rawat jalan itu tetap dipantau berobat rutin. Kalau sudah parah, harus dirawat inap. Tidak ada nama sembuh dalam gangguan jiwa, yang ada pasien terkendali yaitu dengan obat,” bebernya.