Dari fakta diatas menunjukan bahwa legalisasi miras belum disahkan pun sudah banyak menuai korban, apalagi jika aturan miras ini ditetapkan di negeri ini. Tak terbayang berapa banyak korban lagi yang berjatuhan? Atau semengerikan apa tindakan kriminal yang akan terjadi di negeri ini?
Mengapa hal ini bisa terjadi? Tentu kita bisa merujuk pada ayat Allah berikut ini.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum:41).
Baca Juga:Pentingnya Transparansi dalam Penanganan PandemiKomunikasi Efektif dalam Pembelajaran Daring
Dari ayat diatas jelas bahwa penyebab kerusakan di muka bumi ini adalah manusia. Kerusakan ini lahir dikarenakan manusia yang tidak mau diatur oleh aturan Pencipta-Nya, yakni Allah swt. Manusia lebih rela diatur oleh aturannya sendiri yakni sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan. Dalam sistem hidup kapitalisme-sekulerisme semua berlandaskan materi. Apapun yang diperbuat tujuannya adalah untuk mendapatkan materi dan manfaat sebanyak-banyaknya. Begitupun saat memandang pengelolaan miras. Saat melihat penjualan miras ini menguntungkan dan bisa mendapatkan sebuah manfaat maka wajar jika miras ini di legalisasi di negeri ini. Tidak melihat halal haram atau mudhorotnya bagi umat manusia. Jika aturan tersebut menguntungkan maka akan diterapkan. Begitulah standar aturan sekulerisme. Diambil jika memberikan banyak manfaat.
Beda halnya dengan Islam. Dalam Islam pengaturan halal-haram sudah sangat jelas. Walaupun itu memberikan keuntungan dari segi materi, tapi jika itu adalah suatu yang haram, maka tetap tidak akan dilakukan. Islam adalah aturan yang sempurna dan menyeluruh. Begitupun dalam hal mengatur miras ini. Miras adalah sesuatu hal yang tidak boleh diperjualbelikan.
“Khamr itu telah dilaknat dzatnya, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang memerasnya, orang yang meminta untuk diperaskan, orang yang membawanya, orang yang meminta untuk dibawakan dan orang yang memakan harganya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad (2/25,71), Ath-Thayalisi (1134), Al-Hakim At-Tirmidzi dalam Al-Manhiyaat (hal: 44,58), Abu Dawud (3674)).
Dari sini jelas, bahwa miras tidak boleh untuk dijual belikan. Apalagi dilegalisasi dalam bentuk aturan. Pengaturan miras yang tepat ini tentu membutuhkan institusi yang benar agar bisa menerapkan hukum Allah yang menyeluruh. Sehingga tidak ada lagi kerusakan yang terjadi di muka bumi.