Oleh: Renny Marito H, S.Pd
Ajakan atau seruan cinta produk Indonesia harus terus digaungkan, gaungkan juga benci produk-produk luar negeri, bukan hanya cinta tapi benci. Cinta barang kita, benci produk luar negeri. Sehingga betul-betul masyarakat kita menjadi konsumen yang loyal untuk produk-produk Indonesia,” ujar orang nomor satu di tanah air ini dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan 2021 di Istana Negara, Jakarta Kamis 4/3/2021.Branding harus terus melekat agar masyarakat lebih mencintai produk dalam negeri di banding produk luar negeri.(Tempo.Co.4/3/2021)
Seruan benci produk luar negeri ini sepertinya hanyalah retorika politik belaka, pada faktanya impor beras terus berlangsung dalam jumlah yang besar dan di sektor vital strategis, dan rencana pemerintah dalam waktu dekat ini akan mengimpor beras satu juta ton dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa impor beras ini terbagi menjadi 500.000 ton untuk Cadangan Beras Pemerintah(CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Bulog. Menurutnya stok beras harus dijaga karena pemerintah melakukan pengadaan beras untuk pasokan bansos selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan dengan adanya banjir yang menerjang di beberapa daerah mengancam ketersediaan pasokan beras (Kompas,Com.6/3/2021).
Berdasarkan golongan barang (Standard International Trade Classification) SITC 1 dijit, kelompok barang utama impor sepanjang Januari-Desember 2020 adalah kelompok mesin dan alat angkutan. Bps mencatat, kelompok mesin dan alat angkutan memiliki nilai USD 46.743 1 juta nilai itu mencakup 33,02 persen dari total impor Indonesia (KumparanBisnis,6/3/2021).
Baca Juga:Lebay Murahnya, Dapatkan Diskon hingga 90% dan Potongan Voucher di Shopee Murah Lebay!Dampak Buruk Miras Bagi Masyarakat
Ternyata seruan benci terhadap produk luar negeri tidak di imbangi peta jalan yang sungguh-sungguh untuk memandirikan kemampuan dalam negeri. Alhasil keran impor malah terbuka lebar, kebijakan impor ini tentu tak lepas dari kebijakan ekonomi liberal, dimana kebijakan ini berfokus pada pasar bebas dan perdagangan bebas sehingga kebijakan ini melemahkan sektor pertanian dalam negeri dan mematikan sumber ekonomi para petani.
Padahal kondisi potensi kekayaan lahan yang sumber dan musimnya sangatlah mendukung untuk terwujudnya ketahanan pangan dalam negeri namun hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang ada tidaklah berpihak