Oleh Umniyatul Ummah
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah
Wacana pemerintah beberapa hari ke depan untuk melakukan impor berbagai komoditas kini ramai menjadi topik perbincangan di berbagai media massa. Di antaranya gula, garam, beras bahkan daging pun termasuk dalam daftar komoditas yang akan diimpor. Hal ini biasa terjadi apalagi menjelang bulan ramadhan dan idul fitri yang dapat dipastikan kebutuhan akan barang tersebut meningkat.
Di antara bahan komoditas yang akan diimpor, beras menjadi salah satunya yang cukup menyedot perhatian dan mendapat penolakan dari beberapa kalangan. Seperti kalangan petani, asosiasi, akademisi, kementerian pertanian bahkan BULOG yang berkeyakinan bahwa pemerintah tdk perlu melakukan impor beras karena persediaan masih dianggap cukup.
Di Bandung, penolakan datang dari Ketua Departemen Litbang Teknologi Pertanian Asosiasi Petani dari Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Bandung, Andri Ramadani yang secara tegas menolak kebijakan pemerintah yang akan mengimpor beras. Karena menurutnya masih ada cara lain yaitu melalui peningkatan produktivitas padi yang dirasa lebih efektif ketimbang harus mendatangkan beras dari negara lain. Disamping itu kebijakan impor akan merugikan pihak petani dan tidak sejalan dengan himbauan pemerintah dimana masyarakat harus lebih mencintai produk nasional atau produk dalam negeri. (Radarbandung.id, Kamis, 11/3/2021)
Baca Juga:Â Fenomena Ghosting dalam Pembelajaran Daring dan MengatasinyaFood Estate, Kemandirian Bangsa dalam Pandangan Islam
Menolak impor beras dengan mengambil solusi meningkatkan produktivitas padi memang masuk akal. Mengingat Indonesia memiliki tanah pertanian yang begitu luas dan subur serta para ahli di bidang pertanian yang mumpuni. Dengan begitu para petani dapat memanfaatkan dan mengolah lahan secara maksimal agar dapat mencapai hasil produksi yang melimpah. Namun yang menjadi pertanyaan  apakah solusi seperti itu akan mendapat dukungan dari pemerintah?
Karena selama Indonesia masih dalam kerangka kapitalisme solusi tersebut belum tentu akan mendapat dukungan dan perhatian dari pemerintah. Apalagi yang kita tahu saat ini justru pemerintah lebih berpihak kepada importir. Hal ini tentu sangat menyedihkan karena lahan yang luas dan subur tidak bisa dioptimalkan akibat dari membanjirnya beras impor.
Kebijakan impor beras ini merupakan salah satu dampak dari liberalisasi pertanian, dimana hal ini dapat mengancam ketahanan pangan dan merugikan petani lokal bahkan kedaulatan bangsa jika terus bergantung pada impor. Sehingga bisa berakibat para petani akan mengalihfungsikan lahannya dan memilih pekerjaan lain daripada terus merugi.