Oleh : Vitriastuti S.Si
Energi ramah lingkungan mulai digaungkan, karena banyak terjadi kerusakan lingkungan di Dunia. Begitupun dengan negara dengan sumber daya alam melimpah yaitu Indonesia tidak ingin ketinggalan dalam meramaikan energi ramah lingkungan ini.
Pada awal april 2021 akan dirancang program untuk mengakselerasi pengunaan kompor listrik. Hal tersebut akan memberikan keuntungan kepada masyarakat, menekan angka impor LPJ dalam negeri, serta mampu mendorong kinerja keuangan PLN (ekbis.sindonews.com).
Kompor listrik dapat memberikan penghematan mencapai Rp 60 triliun untuk negara karena penggunaan energi listrik lebih murah ketimbang dengan penggunaan gas yang saat ini masih dipenuhi dari impor. Untuk rumah tangga setelah dilakukan uji coba akan menghemat biaya pengeluaran LPG dari Rp 147 ribu menjadi Rp 118 ribu. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir (www.cnbcindonesia.com)
Baca Juga:Wabah Kian Rentan Jika Sekadar Mengandalkan DesinfektanWujudkan Sukses Ramadhan
Benarkah akan menghemat biaya jika masyarakat beralih kepada kompor listrik? Bukankah tarif listrik dinegeri ini terus saja mengalami kenaikan? Maka, jika pemerintah tidak menekan tarif listrik sejatinya program tersebut patut untuk dikritisi, karena hanya akan menambah beban masyarakat.
Barang elektrik dijadikan solusi untuk menciptakan energi yang ramah lingkungan. Namun, kebijakan tersebut masih begitu samar karena tidak menimbang sedemikian rupa terkait dengan kemaslahatan masyarakat. Yang pada akhirnya hanya akan membebani masyarakat dengan kenaikan tarif listrik ataupun pembelian alat baru.
Hal ini terjadi karena selama sistem yang diterapkan masih sistem kapitalisme, maka terjadilah liberalisasi tata kelola listrik. Mulai dari pembangkit hingga penjualan dapat dilakukan oleh pihak swasta, sehingga harga listrik akan terus naik. Inilah wajah asli kapitalisme dimana pemerintah hanya menjadi perangkat untuk memuluskan para korporasi. Utung dan rugi dijadikan dasar dalam mengeluarkan kebijakan, sementara kemaslahatan rakyat terabaikan.
Dalam sistem Islam tidak akan terjadi hal tersebut, karena Islam mewajibkan negara membuat kebijakan baru dengan menyiapkan seluruh perangkat yang dibutuhkan, bukan hitung untung rugi sebagamana pedagang.
Pemimpin dalam Islam memiliki peran sebagai pelindung dan pengurus urusan rakyat. Islam pun memiliki aturan dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam pengelolaan energi listrik. Pengelolaan tersebut sedikitnya berdasarkan dua aspek. Pertama, larangan swastanisasi/privatisasi sumber daya energi dan listrik. Dalam Islam energi listrik termasuk kedalam kepemilikan umum yang dikelola oleh Negara.