Pendidikan Nir Ideologi
Kang Marbawi
Ki Hadjar Dewntoro melihat proses Pendidikan sebagai upaya merekonstruksi masyarakat. Pendidikan menjadi bagian dari rekayasa social untuk melahirkan masyarakat yang dicita-citakan Bangsa: masyarakat adil-makmur, gemah ripah loh jinawi. Ki Hadjar melihat Pendidikan berfungsi sebagai bagian penataan masyarakat melalui proses pewarisan budaya universal dengan berdasarkan budaya lokal yang berkembang ke arah kebudayaan nasional dan kebudayaan global. Inilah kemudian, pemikiran Ki Hadjar ini disebut aliran Kulturalisme.
Pemikiran Ki Hadjar tersebut sejalan dengan pemikiran Theodore Brameld. Fungsi sosiologis pendidikan pada dasarnya adalah sebagai proses penerus nilai-nilai kebudayaan dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda, atau yang disebut sebagai proses sosialisasi. Pendidikan dianggap sebagai wahana yang paling efektif untuk proses sosial tersebut. Oleh karena mengemban fungsi penting seperti itu, pendidikan dijadikan sebagai agen perubahan sosial (agent of change) di masyarakat. Di pihak lain, pendidikan juga mempengaruhi perubahan sosial itu sendiri, sehingga antara keduanya dan pendidikan terdapat hubungan timbal balik.
Karena itu, pendidikan merupakan bagian dari proses rekayasa sosial dimana negara memiliki kepentingan besar. Salah satunya adalah pendidikan sebagai alat untuk melanggengkan ideologi negara. Dan ideologi negara ditujukan sebagai bagian dari proses perubahan sosial. Menuju tujuan negara yaitu negara yang adil dan makmur berdasarkan ideologi Pancasila.
Baca Juga:DPRD: Jabar Harus Juara Umum PON XX dan Peparnas di PapuaBermodalkan Hp, Inilah 5 Aplikasi Penghasil Uang
Terkait relasi ideologi dengan pendidikan perlu diperhatikan aspek-aspek ideologis dalam pendidikan. Pertama bahwa ideologi telah menjadi sistem kognitif dalam pemikiran pendidikan. Dalam beberapa hal sistem kognitif membantu manusia untuk menemukan dan menciptakan arti dari dunia dan kehidupan, serta untuk mendapatkan orientasi atas perbuatannya. Ideologi adalah sistem kognitif tersebut. Bahwa sistem kognitif yang berbeda memenuhi peran yang sama dalam kehidupan manusia, di mana mereka memberikan makna yang berarti bagi kehidupan mereka dan mengarahkan tindakan mereka masing-masing dengan caranya sendiri, dan ini tidak mencakup semua bidang kehidupan. Semua ini merupakan karakteristik dari kelompok sosial dalam berbagai periode sejarah. Kita dapat melihat dalam sejarah masyarakat tertentu, suatu periode di mana pemikiran magis kadang kala menjadi dominan, dalam pemikiran masyarakat, dan dalam periode lain, justru pemikiran keagamaan, pemikiran ilmiah, atau bahkan dimensi ideologis mungkin lebih dominan.