Oleh : Ade Rosanah
(Ibu Rumah Tangga)
Rindu akan kampung halaman sudah pasti dirasakan orang-orang yang tinggal di perkotaan, khususnya mereka yang tinggal di kota besar seperti Jakarta. Rindu bisa diobati ketika di momen hari raya Idul Fitri bisa pulang berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara. Tapi, ada yang membuat kerinduan itu bertambah, yaitu di saat ada aturan pelarangan mudik lebaran tahun ini. Larangan ini pun terjadi di tahun sebelumnya. Pemerintah beralasan karena pandemi di Indonesia belum selesai.
Kompas.com (25/4/2021) melansir bahwa pemerintah mengeluarkan aturan larangan mudik lebaran 2021 dari 6-17 Mei. Bukan itu saja, ketika masyarakat yang ingin bepergian, mereka haruslah memiliki izin dengan mengantongi SIKM (Surat izin keluar masuk). Namun, di balik aturan pelarangan mudik lebaran, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membuka tempat-tempat pariwisata. Kompas.com (23/4/2021) menambahkan melalui juru bicara Satgas penanganan Covid 19 menyatakan, “Masyarakat diperbolehkan berwisata di kawasan dalam kota, masyarakat tidak di anjurkan berwisata ketempat yang jaraknya jauh (luar kota)”.
Sungguh kebijakan yang sangat tumpang tindih. Ketika di masa pandemi masyarakat diharuskan menjaga protokol kesehatan, tapi di sisi lain pemerintah mengeluarkan kebijakan di sektor bidang pariwisata yang kemungkinan akan berpotensi terjadinya kerumunan. Pemerintah untuk kedua kalinya mengeluarkan kebijakan pelarangan mudik lebaran kepada masyarakat kota yang merindukan kampung halamannya.
Baca Juga:Pinjaman Online Menjerat RakyatIslam Mensejahterahkan Kaum Pekerja
Dari awal pandemi hingga saat ini, pemerintah terlihat tidak bisa secara total menanganinya. Pemerintah hanya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang samar dan akhirnya menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Kebijakan yang di keluarkan cenderung memihak kepentingan para kapitalis, kapitalis yang memiliki peran besar di negeri ini.
Sistem Kapitalisme-Sekulerisme yang menjadi dasar peraturan negeri ini membuat masyarakat tidak bisa merasakan kesejahteraan dan keadilan karena setiap kebijakan yang dikeluarkan penguasa tidak akan terlepas dari kepentingan para pengusaha. Penguasa mencoba sekuat tenaga agar dari setiap kebijakannya menjadi keuntungan bagi mereka. Akhirnya, penguasa tidak lagi melihat dari sisi kemaslahatan umat.
Mudik yang sudah menjadi tradisi tahunan dan menjadi jembatan silaturahmi dengan keluarga di negeri ini menjadi terhalang karena pemerintah yang sangat lamban menangani pandemi. Padahal, jika mudik bisa dilaksanakan silaturahmi pun akan terjalin secara langsung. Silaturahmi yang memiliki keutamaan dibandingkan berwisata.