SUNGGUH malang nasib babi yang dibeli seseorang di Depok. Ia dibeli secara online lalu dibunuh. Di akhir ceritanya, babi yang dibunuh itu disebut babi ngepet.
Yang jelas babi itu bukan Mayor Tua. Sebab Mayor Tua yang bijak dan berwibawa mati terhormat. Bahkan ia punya pengikut militan: Snowball dan Napoleon.
Jika babi di Depok itu adalah anggota keluarga atau alumni dari Peternakan Manor, si pembeli babi di Depok akan mendapat perlawanan sengit. Bisa jadi akan dikalahkan, seperti cerita kalahnya pemilik Peternakan Manor.
Baca Juga:Soal Venue Porprov 2022, Kadispapora: Lagi Dibahas Dana Hibah KONI Diaudit BPK, Hasilnya: Tidak Ada Temuan Pelanggaran
Yang saya maksud pasti Anda tahu. Jika pernah membaca novel pendek yang legendaris: Animal Farm karya sastrawan Inggris George Orwell. Diterbitkan tahun 1945 semasa perang dunia II. Isinya cerita satir, mengkritisi sistem komunis yang saat itu kuat mencengram dunia.
Tapi seperti Manor, pembeli babi di Depok itu juga kalah. Ia ditahan polisi setelah terbukti mengarang cerita ‘babi ngepet’. Menebar hoax dan kegaduhan. Tapi sebaliknya, karangan cerita babi di peternakan Manor diganjar beragam penghargaan sastra bergengsi.
Ternyata cerita ‘babi ngepet’ tetap dipercaya orang di zaman digital begini. Kebetulan ada peristiwa kehilangan uang. Jadi karangan babi ngepet cepat viral.
Sedangkan cerita Animal Farm cepat laku. Kebetulan ada situasi paham komunis menyebar kuat di berbagai negara.
Bagaimana awal mula muncul mitos ‘babi ngepet’? Peneliti LIPI mengaitkan dengan masyarakat agraris. Mitos ini lahir dari masyarakat agraris yang berhayal cepat kaya. Sebab babi akan lekat dengan habitat hutan dan perkebunan. Lalu muncul cerita babi ngepet. Diperkuat dengan narasi dan penggambaran ‘babi ngepet’ di film-film. Maka melekatlah sudah di benak publik. Babi ngepet memang ada.
Padahal jika kita ke pedalaman Papua Nugini, cerita tentang babi akan berbeda. Bagi suku Maring di pegunungan Bismark, babi adalah simbol segalanya. Babi adalah simbol kejayaan dan kekayaan, babi adalah kalender, babi adalah penanda bilangan, babi adalah identitas kekuasaan.
Suku Maring hanya bisa berhitung sampai lima. Maka banyaknya babi dihitung tiap kelipatan lima. Dan jika babi sudah merepotkan keluarga. Bahkan lebih gemuk dari semua anggota keluarga yang mengurusnya, maka kepala suku akan memerintahkan pesta keiko.