Yogi Anwar Sanusi
Sekretaris MWCNU Pamanukan
Alhamdulillah puja beserta puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah yang maha ghafur, yang mana atas limpahan nikmatnya kita bisa melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Sholawat beserta salam mari kita curah limpahkan kepada makhluq yang termulia yang telah membawa ummatnya. Minadzulumaati ilaa nuur, yakni Habibana Wanabiyyana Sayyiduna Muhammad SAW, tak lupa kepada keluarganya, Sahabatnya, tabi’in dan Tabi’atnya sampai kepada kita selaku ummatnya semoga mendapatkan syafa’at di akhir kelak.
Perlu kita ketahui bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh makna bagi ummat Islam, karena di dalamnya terdapat banyak keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada ummat Baginda Nabi Muhammad SAW diantaranya ada malam Nuzulul Qur’an dan Malam Lailatul Qodar. Sehingga Baginda Nabi Muhammad SAW, dalam Do’anya “Allohumma Bariklanaa Fii Rojaba Wa Sya’bana Wa Balighna
Romadhon” yang artinya Wahai Tuhanku berkahilah kami pada bulan rajab dan sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.
Baca Juga:Pemkab Belum Tentukan Sholat Ied di Alun-Alun SubangLestarikan Budaya Lokal, Pegiat Seni Gelar Pasanggiri Jaipongan Se-Jabar
Dan sekarang kita sudah menjelang akhir di bulan Ramadhan 1442 H, biasanya di akhir Ramadhan ini ada yang istimewa yaitu mengejar kemuliaan malam lailatul qodar, Lailatul qadar tidak bisa dipastikan jatuhnya kapan. Bisa pada awal Ramadhan, tengah
ataupun di bagian akhir Ramadhan. Hal ini tidak dijelaskan secara pasti supaya kita mau menjaring terus menerus. Dengan begitu, selama Ramadhan kita berusaha memenuhinya dengan ibadah-ibadah. Hanya saja, secara umum memang lailatul qadar
itu banyak yang jatuh pada kisaran 10 hari terakhir bulan Ramadhan bahkan menurut Imam Ghozali lailatul qodar biasanya jatuh pada maleman ganjil di sepuluh akhir bulan
Ramadhan, Sehingga Rasululloh SAW begitu sigap pada sepuluh akhir bulan Ramadhan, Di antaranya Rasulullah telah memberikan contoh kepada kita melalui hadits yang diriwayatkan oleh istrinya Aisyah radliyallahu anha:
“Nabi Muhammad SAW ketika memasuki sepuluh hari terakhir mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari Muslim)
Pengertian “mengencangkan sarungnya”, sebagaimana disebutkan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam tafsirnya Fathul Bari, adalah Rasulullah Muhammad SAW memisahkan diri dari istrinya, tidak menggauli istri beliau selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah lebih fokus ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.