Memaknai Sila Ketiga “Persatuan Indonesia” Bagian ke 10

Memaknai Sila Ketiga “Persatuan Indonesia” Bagian ke 10
0 Komentar

Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 46

                             Oleh: Kang Marbawi

Mudik

Tahun 2005 Thomas Friedman menulis “The World is Flat”. Dia sadar betul, perkembangan teknologi memungkinkan orang terkoneksi satu sama lain. Teknologi menjadi bagian paling utama penyebab “kerataan” dunia. Diksi “Kerataan” merujuk pada simbol bahwa dunia dapat diakses disebuah layar datar dalam berbagai ukuran. Dapat diakses dimanapun, kapanpun dan oleh siapapun. Mulai dari presiden hingga, masyarakat biasa. Boleh, suka-suka, semua bisa akses, masuk, nyemplung! Bahkan balita pun dijejalkan pada “kerataan” dunia maya, media sosial. Agar anteng!

Dunia maya yang menyatukan segala jenis manusia. Tak ada kelas sosial. Tak ada aturan. Aturannya hanya quota dan jaringan internet. 1 GB pun boleh! Karena quota sudah menjadi komoditas utama untuk masuk dunia rata, dunia maya. Tanpa paspor, tanpa cek point,tanpa sensor. Benar-benar borderless, tanpa pembatasan. Semua bisa terkoneksi bahkan saling membutuhkan konektifitas. Kadang konektifitas di “dunia maya” tersebut menghasilkan berbagai macam bentuk relasi, adiksi, dan aksi.

“Kerataan” dunia yang terlipat di sebuah android, personal computer (CP) atau tablet. “Kerataan” yang melahirkan dunia maya, dunia virtual yang tak kasat mata namun nyata. Di dunia maya, semua orang bisa melakukan semua hal. Tinggal sentuh! Jari, menjadi senjata utama. Dunia maya mampu merubah dunia nyata! Dunia nyata yang menjadi dunia maya! Dunia maya yang seolah menjadi nyata!Dan semua “anteng” dalam jutaan konten yang ada di “kerataan” dunia maya android. Seolah itu adalah realitas. Tempat melarikan diri dari kenyataan! Simulacra kata Jean Baudrillard orang Prancis yang lahir di Reims tahun 1929! Juga melahirkan post truth, kebohongan yang dianggap benar. Post truth, dikenalkan oleh Steve Tesich tahun 1992 dalam tulisannya “The Government of Lies” di majalah The Nation, melahirkan sunami hoaxs, sampah virtual dan nalar tumpul.

Baca Juga:Kontras antara Antisipasi Cegah Klaster Baru dengan Maksimalkan Pengunjung WisataMudik Dilarang, Pariwisata Dibolehkan, Bisakah Mengatasi Pandemi?

Namun rasanya teori “kerataan” dunia nya Thomas Friedman tak berlaku pada moment “mudik” lebaran. Sebuah “ritual sosial raksasa” dan massif yang selalu dilakukan masyarakat Indonesia. Fasilitas “perjumpaan maya” yang ditawarkan “kerataan” android tak dirasa cukup. Walau pada akhirnya, budaya “komunikasi maya” pada dunia yang terlipat android, tetap saja mendominasi “ritual raksasa” tahunan tersebut.

0 Komentar