CIPEUNDEUY-Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di perairan Waduk Cirata yang masuk wilayah Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat (KBB) dikeluhkan minim sosialisasi.
Padahal proyek PLTS terapung pertama di Indonesia dan yang terbesar di Asia ini merupakan hasil kolaborasi antara anak perusahaan PLN dengan investor dari Uni Emirate Arab (UEA) yang dibangun dengan anggaran lebih dari Rp1,8 triliun. “Proyek itu adalah proyek besar kerja sama Indonesia dan UEA, tapi untuk ke masyarakat di Kecamatan Cipeundeuy, sosialisasinya masih minim. Masyarakat banyak yang nanya, kita juga tidak bisa menjelaskan,” kata Camat Cipeundeuy, Heri Kemaludin, Senin (7/6).
Heri menyebutkan peroyek tersebut akan berada diatas genangan PLTA Cirata, yang mencakup wilayah Kecamatan Cipeundeuy, KBB, dan Kecamatan Maniis, Purwakarta. Wilayah KBB yang akan bersinggungan langsung ada empat desa, yakni Ciroyom, Margalaksana, Sirnagalih, dan Ciharashas.
Baca Juga:BUMDes Cibodas Olah Sampah jadi Nilai EkonomisTuntut Kenaikan Upah dan Jaminan Kesehatan, THL Kebersihan di Karawang Ontrog DPRD
Kemungkinan akses di empat desa itu akan menjadi pintu masuk bagi alat-alat berat sehingga harus dipehitungkan dampak kerusakan jalan yang ditimbulkan. Belum lagi soal kajian Amdalnya seperti apa dan limbah yang ditimbulkan, semua itu masyarakat perlu mengetahui. “Jangan sampai nanti masyarakat yang jadi korban. Sekarang aja belum ada PLTS Cipeundeuy sudah panas, apalagi kalau ada PLTS, bisa lebih panas lagi,” ujarnya.
Persoalan lainnya, kata Heri, penggunaan genanangan Waduk Cirata untuk PLTS jangan sampai memberangus total keberadaan kolam jaring apung. “Kalau semua KJA disana dibabat habis, kemana warga mencari penghidupan (kerja). Ya, kehadiran PLTS jangan memunculkan pengangguran baru,” kata dia.
Ketua Pusat Kajian Politik Ekonomi dan Pembangunan (Puskapolekbang), Jawa Barat, Holid Nurjamil menganalisis, investasi yang dikucurkan anak perusahaan PT PLN, yakni PT Pembangkit Jawa- Bali Investasi (PJBi) dengan Masdar, perusahaan BUMN milik UEA sangat besar. Melalui konsorsium PT Pembangkitan Jawa- Bali Masdar Solar Energi (PSME), pembangunan PLTS Terapung di Cirata akan menelan anggaran 129 juta dollar.
Namun sayangnya, kata dia, besarnya investasi tidak diimbangi dengan sosialisasi yang masif. Bahkan sejak dilaunching tahun lalu dan akan dibangun awal 2021, belum ada sosialisasi yang intens ke masyarakat. Sehingga publik bisa menilai, apakah pembangunan PLTS ini berwawasan lingkungan atau tidak. “Masyarakat harus tahu sejauh mana konsorsium PSME mematuhi Paris Agreement terkait konfrensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2015. Selain itu tanggung jawab sosial perusahaan juga harus dilaksanakan jangan asal bangun,” tuturnya.(eko/sep)