Oleh : Ramdan Hamdani,
Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial
Akankah pandemi berakhir ? Itulah pertanyaan yang sering kali ditanyakan oleh masyarakat. Namun, dalam pandangan penulis pertanyaan tersebut tidaklah tepat. Pertanyaan yang semestinya diajukan adalah, kapan pandemi ini akan benar – benar berakhir. Hal ini penting untuk diluruskan mengingat saat ini mulai bermunculan suara – suara sumbang yang menyatakan bahwa kehidupan normal yang pernah kita alami sebelum masa pandemi tidak akan pernah ditemukan lagi di masa yang akan datang. Pengikut kelompok ini beranggapan, berbagai aktivitas yang melibatkan orang banyak seperti kegiatan belajar di sekolah dengan melibatkan siswa yang cukup banyak, aktivitas jual beli di pasar serta menonton bareng layar tancap atau wayang golek sambil berdesak – desakan dan tanpa masker hanyalah tinggal kenangan. Benarkah demikian ?
Bagi penulis pribadi, asumsi semacam ini kurang bisa diterima akal sehat. Anggapan seperti ini juga tak lebih dari sekedar rasa pesimis yang berlebihan dan cenderung menjerumuskan. Bukankah Allah SWT tidak menurunkan sebuah penyakit melainkan dengan obatnya ? Artinya, keyakinan bahwa pandemi akan benar – benar berakhir harus tertanam kuat dalam diri kita. Digelarnya Piala Eropa serta Wimbledon beberapa waktu lalu merupakan salah satu bukti bahwa pandemi dapat ditaklukkan. Pertanyaanya, kapan wabah yang melanda negeri ini akan berakhir ? Hal tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Pertama, tingkat kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Kemampuan masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat dengan memperhatikan kondisi saat ini sangat berpengaruh terhadap usia pandemi di negeri ini. Konsisten untuk menerapkan pola hidup sehat seperti memakai masker, mencuci tangan serta menjaga jarak bagi sebagian kalangan tidaklah mudah. Pelanggaran terhadap pelaksanaan protokol kesehatan biasanya disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat ataupun dikarenakan tuntutan untuk tetap memenuhi kebutuhan pokoknya. Artinya, selama masyarakat kita tidak dicukupi kebutuhan hidupnya, jangan harap pandemi ini segera berlalu.
Kedua, konsistensi pemerintah dalam mengaplikasikan kebijakan di lapangan. Kebijakan pembatasan sosial dalam berbagai bentuk atau istilah sejatinya bertujuan untuk mengurangi mobilitas warga. Penurunan aktivitas dan mobilitas diharapkan mampu menekan angka penularan wabah. Dalam praktiknya, kebijakan pembatasan tersebut tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Di saat warga pribumi dikekang dengan berbagai larangan yang berkaitan dengan mobilitas, Warga Negara Asing (WNA) justru terkesan di anak emaskan. Selama pandemi berlangsung, ratusan Tenaga Kerja Asing (TKA) tetap dapat melenggang dengan bebasnya melalui pintu – pintu yang semestinya ditutup. Sedangkan warga pribumi dihadapkan pada kebijakan larangan mudik yang pada akhirnya menimbulkan kecemburuan sosial serta ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Kontak fisik antara warga dengan aparat sebagaimana terjadi di beberapa daerah semestinya benar – benar dijadikan pelajaran oleh pemerintah.