Museum Rumah Sejarah, Tonggak Kemerdekaan RI
Belum tentu ada kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, jika tidak ada penyerahan tanpa syarat Belanda pada Jepang di Kalijati. Begitulah para sejarahwan menyebut betapa pentingnya peristiwa perjanjian Kalijati, sebagai tonggak kemerdekaan republik ini. Namun perjanjian Kalijati masih kalah populer dengan perjanjian Linggarjati dalam pelajaran sejarah dewasa ini.
INDRAWAN SETIADI, Kalijati-Subang
Menilik kembali perjanjian Kalijati, maka harus sampai ke rumah sejarah di area Lanud Suryadarma. Rumah yang berdiri sejak 1917 itu, dibangun oleh Belanda, hingga sekarang tetap terjaga keasliannya.
Rumah ini telah dijadikan cagar budaya oleh Kemendikbud, dan dijadikan museum. Di dalamnya ada ragam benda peninggalan pemiliknya dahulu. Dari mulai ranjang, perlatan makan, hiasan rumah, kursi dan meja, bahkan perlengkapan toilet yang sudah mengenakan shower dan toilet jongkok.
Baca Juga:Soal Tenaga Asing, Pemuda Pancasila Purwakarta Minta AudiensiSelama Masa Pandemi, Rp 161 Triliun Kredit Mikro BRI Tersalurkan ke Sektor Pertanian
Pemandu museum rumah sejarah, Andan Fitriah menyebut, Museum Rumah Sejarah pada awalnya merupakan rumah dinas biasa yang dibangun tahun 1917, untuk tempat tinggal Perwira Staf dari Sekolah Penerbang Hindia Belanda di PU Kalijati.
Guna mengenangnya sebagai tempat bersejarah atas inisiatif Komandan Lanud Kalijati saat itu, Letkol Pnb Ali BZE maka pada tanggal 21 Juli 1986 diresmikan sebagai sebuah museum dengan nama “Museum Rumah Sejarah”.
“Dengan demikian generasi penerus Bangsa Indonesia akan mengetahui tempat tersebut sebagai salah satu tempat bersejarah saat penyerahan kekuasaan penjajahan Belanda kepada Jepang,” ungkapnya.
Kilas Balik: Penyerbuan Jepang
Andan mulai bercerita sambil memperlihatkan beberapa ruang yang terdapat di museum rumah sejarah. Dia memulainya dengan pendaratan Jepang di Jawa.
Awal mulanya ketika Vice Admiral Takashi dari Jepang beserta balatentaranya mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa tanggal 1 maret 1942. Mereka memilih tiga tempat pendaratan yaitu pertama di Merak, Banten yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Hithoshi Imamura, kedua pendaratan di Pantai Eretan Wetan, Pantai Utara Jawa Barat yang dipimpin oleh Kolonel Shoji yang disertai oleh tentara udara dipersiapkan untuk menyerang PU Kalijati. Ketiga di daerah pantai Kranggan, Jawa Tengah dipimpin Brigade Sakaguchi.
Kolonel Shoji beserta 3.000 anggota pasukannya yang menggunakan sepeda dan kereta tempur bergerak menuju PU Kalijati. Kedatangannya yang tiba-tiba membuat penduduk dan tentara Belanda terkejut luar biasa, sehingga Belanda tidak dapat melakukan perlawanan terhadap serangan tentara Jepang yang diperkuat oleh serangan pesawat udaranya.