Sementara itu, Nasikin selaku Direksi PT Biogene Plantation yang memproduksi benih padi, memberikan ulasan tentang pendampingan dan penguatan kelompok petani padi untuk meningkatkan produktivitas. Petani juga perlu bersinergi dengan Rice Mill Unit (RMU) / penggilingan padi. Untuk mencapai kerjasama saling menguntungkan antara kelompok tani dan RMU, dibutuhkan skala ekonomi gabungan kelompok tani dengan luas lahan minimal 300 ha. Dirinya menyampaikan, “Secara umum permasalahan di bisnis padi adalah panen hanya 3 kali setahun, namun RMU harus memenuhi kebutuhan pasar sepanjang tahun. Maka dibutuhkan support permodalan bagi RMU untuk membeli persediaan gabah dan membangun sarana penyimpanan”, ulasnya.
Di sisi lain Sutarto Alimoeso Ketua Umum Perpadi mewakili pengusaha di bisnis Padi, menegaskan bahwa padi memiliki korelasi langsung kepada inflasi, sehingga Pemerintah memiliki kepentingan untuk menjaga kestabilan pasokan padi dan harga beras. Permasalahan saat ini adalah masa panen puncak terjadi di musim hujan, sedangkan kapasitas mesin pengering di RMU masih terbatas (94 % atau 171.495 dari 182.199 RMU berupa skala kecil yang tidak memiliki sistem pengeringan yang baik). “Sebenarnya jumlah RMU sudah over capacity, namun RMU yang ada memiliki keterbatasan teknologi sehingga tidak dapat menghasilkan beras dengan kualitas premium. Hal ini menyebabkan potensi susut pasca panen masih relatif tinggi (di kisaran 3,25-2,8 persen). Diperlukan upaya revitalisasi RMU agar pengolahan beras menjadi efektif dan mampu menghasilkan beras kualitas premium,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Amam Sukriyanto menyampaikan bahwa BRI selalu berkomitmen pada sektor UMKM, termasuk pertanian dan rantai pasoknya. Hingga Triwulan II 2021, BRI telah menyalurkan kredit kepada sektor pertanian sebesar Rp117,54 triliun atau sebesar 28,03 persen dari penyaluran bank secara nasional untuk sektor pertanian. Jumlah tersebut tumbuh 12,8 persen secara year in year.
Bahkan khusus pembiayaan ekosistem beras dan RMU, sampai dengan Juni 2021, BRI telah menjangkau 40.798 nasabah yang penyaluran kreditnya mencapai Rp4,1 triliun, yang terdiri dari fasilitas KUR untuk Petani, KUR dan Kupedes kepada koperasi dan kios sarana produksi pertanian (saprodi); maupun Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK) untuk pengusaha penggilingan padi dan distributor beras. Amam menekankan pentingnya efisiensi dalam ekosistem bisnis padi. “Ekosistem Klaster Padi ini akan efisien apabila masing-masing pihak dalam mata rantai bisnis ini bisa mendapatkan supply yang sesuai dengan kebutuhannya, secara tepat waktu dan tepat jumlah. Apabila ada salah satu yang terhambat, maka akan mengganggu pelaku usaha lainnya dalam ekosistem ini”, pungkasnya.