Lalu bukan sekali itu saja, suatu ketika terjadi lagi, dihadapi lagi, tidak goyah. Kejadian serupa pernah dialami wartawan lain, tapi tidak seperti Pak Budi. Sudah diduga, memilih mundur. Mungkin dalam hatinya: ngeri jadi wartawan.
Saya, secara struktur pernah menjadi atasannya. Setelah saya berada di posisi redaktur lalu pemimpin redaksi, Pak Budi tetap hormat walau usia jauh di atas saya. Bisa menempatkan diri. Melaksanakan apa yang ditugaskan. Bahkan, dalam situasi tertentu tugas itu hanya bisa dilakukan oleh Pak Budi. Karena saya tahu, hanya Pak Budi yang bisa melakukan itu. Biasanya yang rumit dan bernuansa politis.
“Siap bos, laksanakan!” begitulah saat menerima tugas. Diiringi senyum khas penuh makna.
Baca Juga:Apakah Hamil Kembar? Ini Jadwal Nagita Slavina Melahirkan Adik RafatharHari Ini, Rekonstruksi Kecelakaan 2 Bus Transjakarta Digelar Polisi dengan Alat Canggih
“Pak Lukman yang paham, kapan saatnya tiarap, kapan saatnya lari,” begitulah Pak Budi memaknai arahan saya. Seperti bengal tapi nurut.
Jika menduga wartawan sudah “berumur” lebih lambat, tidak demikian dengan sosok Pak Budi. Saat ada penugasan, apalagi dulu sebelum terdeteksi punya penyakit, jam 07.00 WIB Pak Budi sudah di rumah dinas bupati atau bahkan rumah pribadi nara sumber. Untuk wawancara.
Liputan di malam lebaran tidak masalah. Meninggalkan opor ketupat yang masih panas untuk meliput kecelakaan beruntun ke RSUD pun tidak pernah menolak.
“Saya solat ied ketinggalan satu rakaat, bos” suatu ketika Pak Budi bercerita.
“Kenapa?” tanya saya.
“Kan ketinggalan, moto dulu bupati pas lagi takbir rakaat pertama,” katanya sambil tertawa.
“Tuhan punya banyak dispensasi untuk wartawan, andai kiamat pun, wartawan akan diizinkan liputan dulu. Malaikat tidak akan cabut nyawa sebelum beres deadline,” timpal saya.
Begitulah hiburan kami.
Begitulah dedikasi Pak Budi. Dedikasi seorang jurnalis. Seperti biasa tapi luar biasa. Seperti sangar tapi lucu.
Baca Juga:Memasuki Era Society 5.0, Menko Airlangga Sampaikan untuk Membangun Talenta Digital dan Meningkatkan Literasi Digital7 Kata-kata Ucapan Sumpah Pemuda 2021
Memang, pernah goyah mencoba mengikuti saran para politisi yang ia kenal, sempat beralih profesi menjadi Komisioner Bawaslu di tahun 2018. Tapi akhirnya Pak Budi kembali menjadi wartawan.
Saat terpilih jadi Komisioner Bawaslu, saya berpisah dengan Pak Budi. Tidak lagi menjadi wartawan Pasundan Ekspres. Setelah selesai sebagai Komisioner Bawaslu Pak Budi ingin kembali bekerja, tapi situasi tidak memungkinkan. Banyak wartawan muda yang sudah direkrut. Tidak mungkin dipaksakan.