Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini menambahkan alasan bahwa motif bisnis lebih kuat dibandingkan dengan motif kesehatan yaitu vaksinasi dan kebijakan pembatasan pergerakan.
“Persyararatan perjalanan dalam negeri khususnya wilayah Jawa Bali dengan mewajibkan test PCR dan sudah vaksin menjadi kebijakan aneh dan di duga motif ekonomi lebih kuat dibandingkan alasan kesehatan,” paparnya.
Pernyataan Sukamta ini didasari oleh beberapa hal. Pertama, kondisi di Indonesia status covid telah menjadi pandemi. Kasusnya menyebar merata di semua wilayah.
Baca Juga:BRI Dinobatkan The Asset Triple A Sebagai “Best Private Bank for HNWIs Indonesia”Terungkap! Penyakit Kronis Perencanaan dan Serapan APBD Subang
Test PCR juga bukan jaminan bahwa penumpang benar-benar terbebas dari virus Covid-19. Maka mewajibkan PCR dengan kondisi persebaran massif tidak akan berdampak signifikan.
Kedua, syarat PCR dibarengi dengan syarat sudah vaksinasi. Kebijakan ini kontraproduktif dengan kebijakan vaksinasi.
Jumlah vaksinasi dosis 1 telah mencapai 50 persen, dan dosis 2 30an persen. Alasan giatnya masyarakat vaksinasi agar dapat segera beraktifitas secara normal.
“Syarat PCR tes membuat rakyat berfikir ulang ikut vaksinasi yang harus susah payah, panas-panasan, antrian panjang. Namun setelah vaksin tetap saja harus PCR untuk melakukan perjalanan dan kegiatan secara normal. Setelah edaran ini dijalankan rakyat menjadi malas untuk ikut vaksinasi,” jelasnya
Vaksin sudah terbukti membuat resiko kematian lebih rendah bagi orang yang terpapar Covid-19 namun vaksinasi masih jauh dari target. Seharusnya pemerintah lebih gencar mendorong pencapaian target vaksinasi bukan membuat kegaduhan