Kemampuan BRI untuk melakukan ekspansi tercermin dari Loan to Deposit ratio (LDR) yang masih berada di angka 83%. Kemampuan ekspansi ini ditopang oleh permodalan yang kuat dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 24% atau tiga kali lipat di atas threshold yang diatur Bank Indonesia (BI).
“Bagaimana kita melihat peluang ke depan? LDR kita berada di kisaran 83% sedangkan yang optimal, bahkan regulator memberikan batasan atas 92%, artinya BRI masih punya ruang yang cukup secara likuiditas untuk menumbuhkan kredit. Maka BRI masih punya kesempatan untuk tumbuh secara agresif ke depan, tentu agresif yang disertai dengan kehati-hatian,” ungkapnya.
Selain pertumbuhan bisnis secara organik dan sejalan dengan visi BRI menjadi The Most Valuable Banking Group In Southeast Asia & Champion Of Financial Inclusion, BRI juga terus melakukan pengembangan bisnis melalui pertumbuhan anorganik. Sunarso mengungkapkan bahwa selama pandemi, setidaknya BRI telah melakukan 3 aksi korporasi besar. Pertama, melalui konsolidasi bank syariah Indonesia. Dimana saham BRI Syariah mengalami peningkatan hingga 4 kali lipat, dari sebelum konsolidasi sekitar Rp. 500,- saham BRIS naik mencapai kisaran harga Rp. 3.000,-.
Baca Juga:Rampung Sebelum Ramadhan, Pasar Padalarang Mulai Beroperasi Maret 2022Resiliensi Tinggi, BRI Dinobatkan jadi BUMN Terbaik dan Dirut Raih Top National Banker
Kedua adalah anak usaha di bidang asuransi jiwa, BRI Life. Pihaknya menjelaskan bahwa valuasi BRI Life telah meningkat mencapai Rp 7,5 triliun di tahun 2021, dimana BRI sebelumnya mengakuisisi BRI Life dengan nilai Rp 1,6 triliun di tahun 2015. Di luar itu, BRI masih mendapatkan extra cash berupa access fee sebesar Rp 4,4 triliun yang dibayar secara bertahap di tahun 2021-2024.
Ketiga, Sunarso menjelaskan bahwa BRI telah melakukan aksi korporasi penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau Rights Issue dalam rangka pembentukan ekosistem ultra mikro. Total nilai Right Issue BRI mencapai Rp 95,9 triliun, yang terdiri dari Rp 54,7 triliun dalam bentuk partisipasi non tunai pemerintah berupa inbreng saham Pegadaian dan PNM, Rp 41,2 triliun dalam bentuk cash proceed dari pemegang saham publik. Pencapaian tersebut menjadikan Rights Issue BRI menorehkan sejarah sebagai Rights Issue terbesar di kawasan asia tenggara, menduduki peringkat ke-3 Rights Issue di Asia dan nomor 7 di seluruh Dunia.