TAHUN ini adalah tahun olahraga. Tahun wisata. Itulah tren baru di dunia. Kesadaran dan kecenderungan orang untuk olahraga dan wisata meningkat tajam. Setelah kesadaran yang utama: kesehatan.
Setelah dihantam gelombang Covid-19 kita dipaksa harus semakin mengenali bagaimana kondisi kesehatan kita. Pola hidup harus sehat. Berbagai upaya kita lakukan agar kondisi badan sehat. Agar tidak mudah tertular virus.
Munculah gelombang kesadaran berolahraga dan pola hidup sehat. Supaya badan tetap bugar. Kemudian rekreasi atau berwisata pun jadi pilihan. Setelah jasmani sehat, rohani pun harus sehat. Sekadar untuk refreshing atau wisata kuliner. Mengembalikan mood. Anak muda menyebutnya berwisata supaya happy, supaya imun naik.
Baca Juga:Pemberlakuan PPKM dan Update Vaksinasi, Ini Kata Menko Perekonomian39.000 Anak Sudah Divaksin Covid-19
Lihatlah wisata dadakan menjamur. Kedai kopi untuk nongkrong anak muda juga bertebaran di bahu jalan hingga pelosok. Di kota dan desa. Ngopi menjadi tren baru. Survey International Coffee Organization (ICO) menyebut konsumsi kopi di Indonesia meningkat tajam hingga 174 persen sejak tahun 2016. Rata-rata laki-laki menghabiskan dua cankir kopi setiap hari. Perempuan satu cangkir setiap hari.
Dalam hal olahraga, Indonesia memiliki statistik yang tidak begitu menggembirakan. Secara nasional hanya 31 persen masyarakat Indonesia yang cukup rajin berolahraga. Padahal menurut riset ilmiah, jika kita ingin tetap sehat terhindar dari depresi cukup olahraga 150 menit/minggu atau sekitar 20 menit/hari yang dibutuhkan oleh tubuh.
Di Jawa Barat angkanya cukup baik. Data tahun 2020 di Dinas Pemuda dan Olahraga Jabar mencatat, 47 persen masyarakat Jabar cukup aktif berolahraga. Tentu angka tersebut dipengaruhi oleh fasilitas olahraga. Fasilitas yang baik akan mendorong orang untuk rajin olahraga.
Tahun 2022 juga terjadi atmosfer persaingan olahraga yang kuat. Agenda olahraga bercampur dengan agenda politik. Sulit untuk menghindari opini publik jika perhelatan olahraga Formula E di Jakarta tahun 2022 akan dikaitkan dengan popularitas Gubernur Anies Baswedan yang berencana nyalon Presiden.
Kritik tajam bertubi-tubi terhadap Anies. Menyoroti anggaran yang digelontorkan untuk perhelatan itu. Nilainya hampir Rp1 triliun.
Padahal, agenda itu di beberapa negara Eropa bisa jadi hal yang biasa saja. Agenda mingguan atau harian. Mereka terbiasa dengan event skala internasional. Mereka pun hidup dari event itu alias pendapatan negara terdongkrak event olahraga.