Di media tolonews, salahsatu media yang mencoba bertahan di Afghanistan, hanya ada pernyataan Kementerian Keuangan tentang seruan bayar pajak. Mereka meminta warganya membayar pajak tepat waktu untuk penanganan Kesehatan dan kemanusiaan—kelaparan.
Sebaliknya, dengan penuh percaya diri pemerintah Afghanistan telah mengesahkan APBN 2022 yaitu 53,9 triliun Afghanis atau sekitar 508 miliar dollar AS. Nilai 1 afghan afghanis setara dengan Rp 134. APBN Afghanistan itu masih di bawah APBD Provinsi DKI Jakarta (Rp82 triliun) dan lebih besar sedikit dari APBD Jawa Barat (Rp32 triliun). Jika salah mohon dikoreksi.
Tapi, APBN 2022 Afghanistan itu hanya cukup untuk membiayai pemerintahan selama 4 bulan saja. Sedangkan APBN 2021 saat belum dikuasai Taliban mencapai 219 triliun Afghanis, tapi dari jumlah itu sebanyak 217 triliun-nya bantuan dari luar negeri.
Baca Juga:Rawan Dijadikan Tempat Balap Liar, Ini yang Dilakukan Jajaran Polres di Subang SelatanMenko Perekonomian Beberkan Transformasi Berbasis Digital dalam Pengembangan Teknologi Industri Kesehatan untuk Mendukung Kemandirian Nasional
Itulah sederet data mengerikan tentang Afghanistan. Sejak dikuasai Taliban pada Agustus 2021 lalu, Afghanistan memproklamirkan diri sebagai negara dengan sistem Emirat Islam Afghanistan. Setiap provinsi memiliki pemimpin dengan gelar Emir. Setingkat gubernur yang berkuasa. Tapi sudah tentu para pemimpinnya adalah elit-elit Taliban.
Meski kondisinya mengkhawatirkan, pemerintah Taliban tidak bergeming. Mereka mengaku tahu masyarakatnya dalam kondisi sulit. Tapi itu jauh lebih baik daripada dijajah—di bawah kendali Amerika dan sekutunya.
Di awal berjanji membangun pemerintahan yang terbuka, tapi akhirnya kembali ke watak mereka yang lama. Berdalih mengacu kepada syariat dan adat istiadat, kini para wanita Afghanistan kembali terkurung. Tidak bisa bebas bekerja dan beraktivitas.
Sekolah perempuan dan laki-laki kembali dipisah dengan tirai penghalang. Salon-salon kecantikan kembali ditutup. Tidak laku. Yang ingin pergi ke salon takut ditangkap tentara Afghanistan.
Tapi kelompok aktivis pro-demokrasi dan kebebasan yang unjuk rasa masih diperbolehkan. Juga banyak aksi mendukung pemerintah menerapkan syariah. “Dengan syariah kita akan selamat” begitu spanduk yang dibentangkan para pendemo pro pemerintah. Mereka pun mendukung penggunaan burqa untuk wanita.
Bagi Indonesia, nama Afghanistan sudah tidak asing lagi. Mungkin ketenarannya sama seperti Palestina. Bagi kelompok mujahidin, Afghanistan jauh lebih legendaris dibanding Palestina. Inilah negara yang pernah jadi tujuan para ‘mujahid’ asal Indonesia.