JAKARTA – Guna mencari keterangan dan mencari fakta peristiwa yang terjadi pada Selasa (8/2) di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Puwerejo, Komnas HAM RI menerjunkan tim.
Temuan awal Komnas HAM, ada sejumlah fakta kekerasan polisi yang dilakukan pada sejumlah masyarakat.
Menemukan fakta adanya kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam pengamanan pengukuran lahan warga yang sudah setuju,” kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara dalam keterangannya, Sabtu (12/2).
Baca Juga:Airlangga Hartarto Resmikan Pasar Pulung Kencana Tulang Bawang Barat, Kebutuhan Masyarakat terhadap Ketersediaan dan Keterjangkauan Harga Bahan PanganDiduga Slang Gas Bocor, Mobil Bak Tahu Bulat Terbakar
Beka tidak merinci kekerasan apa saja yang dilakukan polisi, Beka juga menyebutkan fakta lain jika ada sejumlah warga yang hingga Komnas HAM meninjau, belum kembali ke rumah.
“Mendapati informasi beberapa warga belum pulang ke rumah masing-masing karena masih merasa ketakutan,” jelasnya.
Tak hanya itu, Beka mengatakan bahwa banyak warga Wadas berusia dewasa dan anak yang mengalami trauma akibat peristiwa tersebut.
Seperti diketahui sebelumnya, Situasi Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah memanas. Sejumlah aparat Kepolisian lengkap dengan tameng dan pentungan memadati desa.
Polisi berbagi tugas. Ada yang membentuk pagar betis bertameng dan ada yang memantau sekitar lokasi. Pemandangan itu berlangsung sudah dua hari. Yakni 7-8 Februari 2022.
Mereka ditugaskan mengawal 70 petugas Badan Pertanahan Negara (BPN) yang melakukan pengukuran lahan di desa itu.
Luas lahan yang akan dibebaskan yakni 124 hektar. Lahan itu akan dijadikan proyek pertambangan batu andesit. Sekaligus proyek pembangunan Waduk Bener.
Baca Juga:Menko Airlangga Tinjau Budidaya Padi Gogo di Tulang Bawang BaratMenko Perekonomian: Peningkatan Kolaborasi dengan World Bank untuk Pemulihan Global yang Lebih Kuat
Berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018, Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener.
Total lahan yang dibutuhkan untuk penambangan dan bendungan yakni 145 hektare. Ditambah 8,64 hektare lahan untuk akses jalan menuju proyek pertambangan.
Penambangan dilakukan menggunakan metode blasting atau bahan peledak.
Rencana ini yang ditolak warga. Mereka menilai aktivitas penambangan mengancam keberadaan 27 sumber mata air.
Imbasnya, berpotensi merusak lahan pertanian. Warga melawan. Saat pelaksanaan pengukuran tanah, terjadi penolakan dari warga. (bbs/idr)