Peristiwa Rumah Sejarah
Di daerah tersebut pada 6 Maret 1942 terjadi pertempuran besar yang mengakibatkan korban banyak di kedua belah pihak. Namun pada akhirnya Jepang dapat melumpuhkan Belanda.
“Jenderal Ter Poorten sebagai Panglima tentara Belanda menghadapi dilema berat mengetahui kondisi pasukannya di lapangan,” ungkapnya.
Dengan alasan tidak ingin malu di kancah internasional, kata Andan, Panglima Jenderal Ter Poorten dengan persetujuan Mr. A.W.L. Tjarda van Starkenborgh sebagai Gubernur Jenderal Belanda mengutus Jenderal Pesman, Panglima Bandung pada 7 Maret 1942 guna merundingkan dengan Kolonel Shoji mengenai penghentian tembak-menembak dan perhitungan pasukan yang ada di bawah Jenderal Pesman saja tidak untuk pasukan yang ada di Jawa. Tawaran penghentian tembak-menembak diterima.
Baca Juga:Tak Sengaja Ketemu Agensi di Warung Pecel, Nafa Salvana Gadis Asal Telukjambe Karawang Tampil di Milan Fashion WeekJabar Himpun Tanah dan Air dari 27 Kabupaten untuk IKN di Penajam
“Kemudian Kolonel Shoji melaporkan perundingan itu kepada Jenderal Imamura di Batavia. Jenderal Imamura menginginkan perhitungan pasukan Belanda tidak hanya yang di Bandung tapi harus meliputi seluruh pasukan Hindia Belanda di Jawa. Keinginan tersebut disampaikan pada Kolonel Shoji untuk diteruskan pada pihak Belanda,” katanya lagi.
Semula perundingan kedua pemimpin tertinggi direncanakan di daerah Jalancagak, namun lantaran situasi tidak memungkinkan perundingan tersebut akhirnya digeser ke PU Kalijati, di rumah sejarah inilah perundingan berlangsung.
“Dalam perundingan 8 Maret 1942 tersebut Jenderal Imamura minta agar Panglima Ter Poorten menyerah tanpa syarat dan menyerahkan seluruh Tentara Hindia Belanda,” kata Andan.
Itulah kisah dibalik museum rumah sejarah, yang disebut sebagai tonggak kemerdekaan RI, setelah 350 tahun dijajah Belanda. Jepang merebutnya, tak berselang lama Nagasaki dan Hirosima dibom atum oleh sekutu. (idr)