SEJARAH – Negara Indonesia pernah didatangi oleh bajak laut, pada masa kerajaan. Hal tersebut menjadi cerita yang dikenal ada di Indonesia, di masa Kerajaan Sriwijaya.
Seperti dilansir dari Nationalgeographic, beberapa waktu lalu, via Fajar.co.id, ada cerita bajak laut di perairan Selat Malaka, Indonesia.
Diceritakan, ada lima orang bersenjata yang memanjat kapal tanker yang mengambang di atas gelombang. Kelima orang itu mengikat seluruh awak kapal, lalu memaksa agar muatan kapal dipindahkan ke tangki yang sudah mereka siapkan. Peristiwa perompakan tersebut diketahui terjadi di Selat Malaka beberapa waktu silam, berdasar laporan International Maritime Bureau.
Baca Juga:Waspada! Kenali Penyebab Bayi Rewel Sejak Konsumsi Susu FormulaPria Wajib Tahu, Ini Ciri-ciri Wanita Bernafsu Tinggi
Pada saat itu, setiap hari diperkirakan sekitar 200 kapal berlayar melewati Selat Malaka. Sementara, bajak laut menjadi kisah yang terus membayangi jalur pelayaran paling sibuk di dunia tersebut. Diketahui, fenomena tersebut berlangsung semenjak masa Kerajaan Sriwijaya.
Antara abad ketujuh hingga ke-11 atau kurang lebih empat abad lamanya, Sriwijaya “mengendalikan” Selat Malaka. Mereka menjadi perantara untuk lalu lintas komoditas dari barat dan timur.
Digadang-gadang, salah satu kunci sukses Sriwijaya ialah dengan menggandeng para orang-orang laut dan kelompok-kelompok bajak laut. Oleh Sriwijaya, mereka dijadikan semacam garda terdepan dalam memantau pelayaran. Sejumlah manuskrip kuno yang menyiratkan hal tersebut.
Seorang komisaris perdagangan Cina bernama Chau Ju-kua menulis Chufanchi (Zhu Fan Zhi—catatan tentang bangsa-bangsa asing/barbar) pada 1225. Ada sedikit indikasi dalam karya Chau yang diterjemahkan oleh Friedrich Hirth dan WW Rockhill pada 1911.
“Apabila sebuah kapal dagang lewat tanpa singgah, kapal-kapal mereka mengejar untuk menyerang dan semuanya berani mati saat melakukannya. Inilah alasan mengapa negeri ini merupakan sebuah pusat perdagangan yang besar,” tulis Chau.
Selanjutnya, dalam buku Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia, Kenneth Hall melansir informasi dari catatan kuno Arab yang turut menggambarkan bagaimana cara Sriwijaya mengelola Selat Malaka. Pada pertengahan abad ke-10, tulisnya, Sriwijaya tercatat memungut pajak 20.000 dinar sebelum sebuah kapal dagang Yahudi dapat melanjutkan pelayarannya ke Cina.