SUBANG– Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Subang Hj Merry Meriam mengatakan, KPAD sudah mendatangi rumah korban dan berbicara dengan ibu korban. “Melihat kondisi korban saat ini sangat miris. Korban selalu menghabiskan waktunya di kamar dengan ponselnya,” katanya.
Dijelaskan Merry, walaupun kondisi tubuhnya sehat, korban diduga mengalami trauma. Menurut Merry, korban harus didampingi psikolog, untuk membuat kondisi psikologi korban normal kembali. “Ini harus dilakukan, agar tidak trauma,” katanya.
Merry yang berkomunikasi dengan ibu korban, awalnya korban yang belajar menjadi santriwati di Pondok Pesantren oknum tersebut. Sering dipanggil oleh oknum tersebut ke ruangannya, melalui perantara teman-teman korban. “Hal tersebut mulai terjadi aksi pencabulan di ruangan oknum tersebut,” katanya.
Baca Juga:Kemenag Hormati Proses Hukum Oknum Pimpinan Ponpes di Subang yang Cabuli SantrinyaSecarik Surat Ungkap Perilaku Bejat Oknum Pimpinan Ponpes di Subang
Merry menceritakan, ketika ada gelaran MTQ Tingkat Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Subang menjadi tuan rumah. Korban merupakan santriwati yang cerdas dan seorang hafidz. Lantas ingin diikutsertakan dalam MTQ ke-36 tingkat Provinsi Jawa Barat kala itu. “Aksi pencabulan terjadi pada tahun 2020,” katanya.
Sebelum pelaksanaan MTQ, lanjutnya, perangai mulai berubah. Orang tuanya pun merasa keanehan. Mulai dari tidak mau ke ponpes dan lainnya, termasuk mengurung diri dalam kamar. Kecurigaan bertambah nyata, tatkala sang ibu korban menemukan secarik kertas tulisan korban yang secara tidak langsung menceritakan kejadian tersebut. “Ada secarik kertas. Mulai dari sana mulai jelas terlihat,” katanya.
KPAD Subang akan massive melalukan edukasi bahaya seks dan pencegahannya, dengan mengerahkan bidang-bidang ke Pondok Pesantren dan sekolah. Hal tersebut guna meminimalisir kejadian pencabulan yang terjadi. “Kami akan makin gencar, melalukan sosialisasi ke sekolah dan pondok pesantren,” katanya. (idr/ygo/vry)